TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Didin Wahidin mengatakan kementeriannya belum memiliki data ihwal dosen yang memiliki kecenderungan menganut paham radikal atau radikalisme
"Terus terang saja kami belum memiliki data itu," kata Didin dalam acara rilis survei "Potensi Radikalisme di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa" di Restoran Batik Kuring, SCBD, Jakarta, Selasa, 31 Oktober 2017.
BACA:Menhub Ingatkan Mahasiswa Rentan Terkena Virus Radikalisme
Didin menjelaskan, selama ini pengawasan terhadap dosen berjalan berdasarkan adanya pelaporan. Proses identifikasi biasanya bersifat struktural, yakni dari atasan terhadap bawahan. Didin mengklaim pihaknya memiliki serangkaian proses menangani dosen yang terindikasi menganut paham radikal.
"Kami akan melakukan pembinaan secara persuasif, kemudian preventif. Kami coba dekati. Tapi yang nyata-nyata (radikalisme) itu sudah saya coret," ujarnya.
Baca Juga:
BACA: Wahid Foundation: Lebih 60 Persen Aktivis Rohis Siap Jihad
Pertanyaan ihwal pengawasan dosen ini mencuat seiring dengan tingginya potensi radikalisme di kalangan mahasiswa. Hasil survei Alvara Research Center dan Mata Air Foundation menyimpulkan penetrasi ajaran intoleransi dan radikalisme telah masuk di kalangan mahasiswa. Penetrasi radikalisme ini semakin kuat ketika mahasiswa mengikuti kajian-kajian di kampus.
Survei mencatat 23,5 persen mahasiswa setuju negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan ajaran Islam secara kafah. Selain itu, sebanyak 23,4 persen mahasiswa menyatakan siap berjihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah.
BUDIARTI UTAMI PUTRI