TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Nganjuk Taufiqurrahman disebut nekat oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan.
"Kami sendiri juga bingung, nekat banget itu bupati. Posisinya selesai praperadilan, kemudian baru juga selesai kami serahkan ke kejaksaan dan posisi di sana juga sedang dilakukan penyelidikan. Tapi masih nekat juga dia. Kami juga bingung," kata Basaria di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2017.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi suap penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Nganjuk terkait dengan perekrutan dan pengelolaan aparatur sipil negara/pegawai negeri sipil di Kabupaten Nganjuk tahun 2017.
Baca juga: Banyak OTT Kepala Daerah, Mendagri Petakan Kawasan Rawan Korupsi
Tersangka yang diduga menjadi penerima suap adalah Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, dan Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Suwandi.
Sedangkan yang diduga sebagai pemberi suap adalah Kepala Bagian Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto.
Diduga, pemberian uang kepada Taufiqurrahman melalui beberapa orang kepercayaan bupati itu.
Total uang yang disita sebagai barang bukti senilai Rp 298.020.000, yang berasal dari Ibnu Hajar sejumlah Rp 149.120.000 dan Suwandi Rp 148.900.000.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Taufiqurrahman pada Rabu, 25 Oktober 2017, saat bupati itu hendak meninggalkan hotel di Jakarta Pusat.
Diketahui, Bupati Nganjuk juga sempat menghadiri acara Pengarahan Presiden Republik Indonesia kepada Para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Presiden Joko Widodo saat itu meminta para kepala daerah tidak perlu takut OTT jika tidak mengambil uang negara.
Baca juga: KPK Yakin Ada Sumber Lain untuk Duit Suap Bupati Nganjuk
Sebelumnya, Bupati Nganjuk juga sempat dijadikan tersangka oleh KPK. Namun, lewat praperadilan yang diajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, status tersangka itu gugur. Hakim tunggal I Wayan Karya pada pembacaan putusan menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Taufiqurrahman.
Saat itu, Taufiqurrahman terlibat dalam kasus penerimaan gratifikasi dalam pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009.