TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa perkara suap pengurusan calling visa dan pembuatan paspor Dwi Widodo dijadwalkan divonis pada hari ini, Senin, 23 Oktober 2017. Mantan atase imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia itu akan menjalani sidang sekitar pukul 13.00 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Dalam persidangan sebelumnya dengan agenda pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Dwi dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidier 6 bulan kurungan. Jaksa korupsi menyatakan Dwi terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap sebesar Rp524,35 juta dan RM63.500. "Terdakwa juga terbukti menerima voucher hotel senilai Rp10,807 juta dari pemohon visa," kata Jaksa penuntut umum KPK Arif Suhermanto di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu, 4 Oktober 2017.
Baca: Kasus Suap Paspor, Dwi Widodo Dituntut 5 ...
Imbalan itu itu diberikan kepada terdakwa karena telah membantu mengurus visa tanpa mengecek kelangkapan administrasi. Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih satu jam itu jaksa KPK juga menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan tuntutan bagi Dwi.
Hal yang memberatkan adalah karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi kolusi nepotisme (KKN), menyalahgunkan kewenangan dengan motif untuk memoerkaya diri sendiri. "Hal yang meringankan adalah terdakwa sopan dipersidangan, berterus terang, dan belum pernah dihukum," kata Jaksa.
Baca juga:
Dugaan Suap Paspor, KBRI Malaysia Pulangkan ...
Dwi Widodo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 7 Februari 2017. Dia diduga menerima suap dalam proses penerbitan paspor bagi warga negara Indonesia di Malaysia dengan metode reach out pada 2016.
Reach out adalah mekanisme petugas KBRI mendatangi pemohon pembuatan paspor di luar KBRI. Dwi diduga meminta imbalan kepada agen perusahaan (makelar) atas pembuatan paspor bagi WNI di Malaysia yang rusak atau hilang. Dwi juga didakwa menerima fulus dari pembuatan visa (calling visa) tahun 2013-2016.
Dalam dakwaan, jaksa KPK juga menyebut perkara suap yang dilakukan Dwi telah menyebabkan kerugian negara akibat perbuatannya. Sehingga, Jaksa menuntut Dwi untuk mengganti seluruh kerugian. "Terdakwa dituntut untuk membayar ganti rugi sebanyak Rp535,157 juta dan RM27,400 ribu," kata Jaksa Arif.
Dalam hal ganti rugi tidak dibayarkan, aset milik Dwi akan disita dan dilelang oleh KPK. "Jika terdakwa tidak mempunyai harta, maka akan diganti dengan tambahan hukum 2 tahun penjara," kata Jaksa.