TEMPO.CO, Yogyakarta- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menilai Indonesia perlu negarawan petarung dengan visi keadilan yang tajam dan jujur untuk meneruskan estafet kerja besar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Semua harus siap menerima kedatangan seorang negarawan yang boleh jadi dari Pulau Miangas atau dari Pulau Rote. Atau dari Ternate maupun Pulau Ende untuk memimpin Indonesia yang besar ini,” kata tokoh senior yang akrab disapa Buya Syafii Maarif itu dalam seminar bertajuk "Bisikan dari Jogja: Refleksi dan Evaluasi Bidang Kebudayaan Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK" di Jogjakarta Plaza Hotel, Ahad, 22 Oktober 2017.
Baca: Buya Syafii Maarif dan Mengapa Politikus Indonesia Kian Agresif
Syafii Maarif berharap sebelum 2030, kesadaran kebangsaan semua suku di Indonesia semakin menguat dan mendalam. Dalam proses kebangsaan “perang Aceh, cakap Minang, kuasa Jawa," kata dia, realitas sosial politiknya tidak akan berpengaruh untuk posisi RI 1 maupun RI 2. Semua warga negara Indonesia punya hak yang sama berada dalam posisi itu dengan syarat memenuhi kriteria sebagai negarawan petarung.
Dalam seminar itu, Buya Syafii juga diminta untuk memberikan masukan tentang persoalan-persoalan terkini yang terjadi di Indonesia. Ia banyak menyoroti tentang kelompok-kelompok radikal yang merusak dan menjadi pangkalhuru-hara. Kelompok-kelompok Wahabi itu, kata Buya Syafii Maarif, menjadi bumerang bagi Islam. “Paham itu ngeri, bagian dari Arabisme. Mereka menang karena punya uang banyak, dari minyak."
Baca juga:
BACA: Buya Syafii Maarif: Muslim Harus Bisa Bedakan Islam dan Arabisme
Arabisme, kata dia, penuh dengan tafsiran perang. Ia memberikan masukan agar polisi mengatasi mereka dengan pendekatan bahasa hati dan sosial ekonomi yang menyentuh, bukan pendekatan atau cara-cara kekerasan. Syafii mengapresiasi kerja-kerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bisa menaklukkan para teroris atau kombatan.
Syafii mencontohkan kampung pelaku bom Bali Amrozi di Lamongan, Jawa Timur yang kini menjadi kampung lingkar perdamaian. Pemimpin lingkar perdamaian itu adalah adik dari Amrozi. “Cara kerja BNPT efektif. Pendekatan bahasa hati lebih baik, bukan cara kekerasan,” kata Syafii Maarif.
SHINTA MAHARANI
Baca juga: Pak Anies, Pejabat Daerah Tak Bisa Diistimewakan di Jalan