TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menduga penembak dua mobil patroli milik PT Freeport Indonesia pada Sabtu 21 Oktober 2017 adalah kelompok yang anti dengan proyek Freeport.
Kepala Sub Direktorat Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Papua, Ajun Komisaris Besar Suryadi Diaz, mengatakan bahwa ada sekelompok warga Papua yang tidak senang dengan adanya proyek Freeport. “Mereka kan memang anti Freeport,” ucap Suryadi saat dihubungi Tempo pada Ahad, 22 Oktober 2017.
Suryadi mengatakan penembakan yang terjadi di Mile Point 67,5 Tembagapura itu merupakan gertakan atau teror.
Baca juga: Lagi, Pekerja Freeport Ditembak
“Korps Brigadir Mobil (Brimob) menduga seperti itu,” ujar Suryadi. Ia juga mengatakan dua peristiwa tersebut disinyalir memiliki keterkaitan, karena ada indikasi kesamaan pelaku dengan kasus penembakan yang menimpa dua Brimob.
Suryadi mengatakan polisi masih menyelidiki kasus tersebut sambil mengejar para terduga pelakunya. Pengejaran dilakukan oleh aparat keamanan gabungan bersama Satuan Petugas (satgas) Pengamanan Obyek Vital Nasional PT Freeport Indonesia.
Penembakan tersebut bermula saat Muhammad Jamil Lampung mengendarai mobil patroli dengan plat 01.4755 dari arah Rainbow Mile 66 menuju Sporthall Mile 68, Kota Tembagapura, untuk menjemput anggota Satgas Brimob yang akan melaksanakan tugas patroli.
“Saat sedang patroli, mereka bertemu dan ditembak,” kata Suryadi. Alhasil, pengemudi PT Freeport Indonesia itu mengalami luka terkena serpihan kaca pada bagian wajah dan serpihan logam pada lengan kanan. Selain itu, kendaraan patroli jenis LWB bernomor polisi 01.5514 yang dikemudikan Joe Hatch, seorang WNA asal Amerika, juga menjadi sasaran penembakan. Peluru mengenai bagian kiri bawah, pintu sebelah kiri, dan ban depan sebelah kiri gembos.