TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan belum mengetahui kebenaran dokumen rahasia Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menguak fakta ihwal tragedi pembantaian massal 1965-1966. Apalagi mengenai keterlibatan GP Ansor dalam sejarah 1965 tersebut.
“Saya belum mengetahui kebenaran dokumen tersebut, karena saat ini sulit mudah mempercayai dokumen begitu saja. Terlebih adanya media sosial yang canggih, semakin mudah pula hoax menyebar," kata Yaqut saat dihubungi Tempo pada Kamis, 19 Oktober 2017.
Baca juga: Tudingan PKI dan Cerita Histeria Tiap 30 September
Yaqut mengungkapkan pembantaian massal yang terjadi pada 1965-1966 merupakan ketidaksengajaan. Terlebih dari organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) tidak ada instruksi pembantaian saat ketegangan terjadi. Padahal, menurut dia, yang menginstruksikan pembantaian massal berasal dari organisasi lain.
Jika dokumen rahasia dari Kedutaan Besar Amerika Serikat memang benar adanya, kata Yaqut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu melihat situasi saat itu.
Sebelumnya, lembaga National Security Archive mengeluarkan dokumen yang telah terdeklasifikasi terkait dengan sejarah seputar tragedi 1965. Sebanyak 39 dokumen yang berasal dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta itu diungkap lembaga ini pada Selasa, 17 Oktober 2017, waktu setempat.
Baca juga: Mengapa PKI Punya Banyak Massa Sebelum 1965, Penelitian Ini...
Dalam salah satu dokumen itu terdapat surat kawat (telegram) pada 22 Desember 1965 yang mengaitkan keterlibatan NU dengan pembunuhan massal pada 1965-1966. Dalam dokumen tersebut dinyatakan ormas Islam menerima tahanan PKI dari Angkatan Darat yang akan ditindaklanjuti dengan pembunuhan.
Tiap malam, di Pasuruan, Jawa Timur, 10-15 orang dibantai. Para korban pembantaian merupakan bagian dari 500 ribu orang yang dibunuh dalam sejarah 1965 yang kelam tersebut.