TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menjadikan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai syarat wajib dalam proses pendaftaran, penelitian administrasi, dan verifikasi partai politik peserta pemilu 2019. Permintaan itu dilayangkan melalui surat Bawaslu bernomor 0890/BAWASLU/PM.00.00/IX/2017 tanggal 29 September 2017.
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, mengatakan permintaan tersebut dilayangkan terutama sebagai antisipasi terjadinya sengketa pemilu. "Orientasi dari apa yang sudah kami lakukan sampai hari ini adalah orientasi pencegahan," katanya di Jakarta, Senin, 9 Oktober 2017.
Baca: KPU: Beda Pandangan Soal Sipol Tak Ganggu Tahapan Pemilu 2019
Afifuddin mengatakan peraturan KPU tentang kewajiban penggunaan Sipol itu tak dibahas dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Sipol ini tidak langsung ada (di Undang-Undang Pemilu) dan langsung jadi prasyarat wajib," ujarnya.
Selain itu, Bawaslu menerima banyak masukan dan keluhan dari partai politik terkait dengan penggunaan Sipol. Partai politik yang ingin mendaftar pemilu mengalami berbagai kesulitan menggunakan Sipol.
Baca: KPU Ingatkan Peserta Pemilu 2019 untuk Daftar Tepat Waktu
Beberapa kendala yang dialami antara lain sistem yang tidak bisa diakses, proses input yang sulit, dan ketidaksesuaian data di dalam dan luar sistem. Afifuddin mengatakan kendala-kendala yang dihadapi partai politik ini berpotensi menjadi masalah, yang kemudian digugat ke Bawaslu.
"Kami ingin semua peserta pemilu ini gampang dalam mengisi formulir dan pada akhirnya tidak ada yang mengadukan sengketa," ucapnya.
KPU mewajibkan partai politik peserta pemilu 2019 melakukan input data melalui Sipol. Kemudian data yang sudah dimasukkan tersebut harus dicetak melalui sistem terkait dan berkasnya diserahkan kepada KPU. KPU menyatakan, dalam jangka panjang, penggunaan Sipol merupakan upaya mewujudkan transparansi. Namun sejumlah partai merasa diwajibkannya Sipol justru menghambat proses pendaftaran pemilu.