TEMPO.CO, Banjarmasin - Kepala unit sektor Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Roro Wide Sulistyowati, berharap makin banyak korporasi swasta yang terjerat korupsi yang bisa diseret ke pengadilan. Sejak terbit peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, sudah ada perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Semoga makin banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan korporasi bisa diusut, bukan hanya pelakunya saja, tapi korporasi bisa dimintai tanggung jawab. Jangan-jangan si korporasinya yang menyuruh," kata Roro Wide ketika seminar transaksi non-tunai di kantor Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis 5 Oktober 2017.
Baca juga: KPK Segera Usut Korporasi Lain sebagai Tersangka Korupsi
Menurut Roro, KPK saat ini baru menyeret satu korporasi bernama PT Duta Graha Indah (kini bersalin PT Nusa Konstruksi Engineering) atas kasus korupsi proyek Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010. “Kasusnya masih on progres,” kata dia.
Selain tindak pidana korupsi, kata Roro, beleid it berlaku pula untuk tindak pidana lingkungan hidup dan perpajakan yang melibatkan korporasi. Kalaupun tidak ada indikasi korupsi, tapi ada suap antarkorporasi, kata dia, polisi bisa mengusut aksi suap tersebut. "Selama ini (KPK) tidak bisa menembus korporasi. Sekarang, korporasi harus bisa didenda, dibekukan, dan dibubarkan," ujarnya.
Roro Wide mengatakan korporasi mesti bertanggung jawab dari sebuah tindak korupsi. Sebab, dia melanjutkan, pegawai biasanya dibebani target kerja dan dipaksa oleh atasan berbuat culas. Itu sebabnya, KPK melihat korporasi tidak bisa lepas tangan atas korupsi yang menjerat si pegawai.
"Korporasi harus dipaksa membuat sistem pencegahan (korupsi) biar pegawainya enggak nyuap pegawai negeri, atau ngasih-ngasih," kata Roro.
Simak pula: Tersangka Korupsi Korporasi, PT DGI Titipkan Rp 15 miliar ke KPK
Mengutip data KPK soal klasterisasi tipikor berdasarkan profesi dan jabatan pada periode 2014-Mei 2017, Roro tegas mengatakan swasta paling banyak terlibat pidana korupsi dengan jumlah 164 orang. Selain swasta, pejabat pemerintahan eselon I, II, dan III sebanyak 148 orang, anggota DPRD 129 orang, dan bupati/walikota dan wakilnya sebanyak 60 orang.
Adapun jenis perkara korupsi dalam periode yang sama terdiri atas penyuapan (54%), pengadaan barang/jasa (27%), penyalahgunaan anggaran (8%), pungutan (4%), dan perijinan (3%). “Di situ banyak perusahaan yang menyuap, pingin dapat tender, pingin dapat proyek untuk pengadaan barang/jasa, dan gratifikasi,” ujar Roro Wide.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia di Kalimantan Selatan, Harymurthy Gunawan, optimistis implementasi transaksi non-tunai bisa mencegah pelanggaran hukum, seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindakan korupsi. Menurut Harymurthy, transaksi non-tunai sebagai upaya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan demi mewujudkan tata pemerintahan bersih.
“Bank Indonesia terus mendorong implementasi transaksi non-tunai kepada kalangan luas, tak terkecuali pemerintah daerah,” kata Harymurthy.