TEMPO.CO, Batu - Salat isya telah selesai di Masjid Brigjen Soegiyono, Kompleks Perkantoran Balai Kota Among Tani Kota Batu, Jawa Timur, Kamis, 21 September 2017. Namun, para jamaah tak beranjak. Mereka tetap duduk bersimpuh. Seorang imam lalu memimpin mereka berzikir dan berdoa. Jemaah lain pun berdatangan.
Kegiatan ini dilangsungkan setiap malam sejak Sabtu , 17 September lalu. Itu hari di mana Wali Kota Batu Eddy Rumpoko ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eddy ditangkap dengan tuduhan menerima suap dari pengusaha Filipus Djap. Suap itu berhubungan dengan lelang pengadaan meja kerja untuk Pemerintah Kota Batu.
“Kami berdoa untuk Pak Eddy Rumpoko,” kata Mochamad Solikin, yang berbicara kepada wartawan mewakili keluarga Rumpoko. Menurut Solikin, kegiatan doa itu dipimpin ulama dan tokoh agama setempat. Mereka berdoa agar Eddy diberi ketabahan dalam menghadapi perkara korupsi yang membuatnya tersandung.
Malam itu, kegiatan salat rutin mereka dilanjutkan dengan acara penyalaan lilin-lilin untuk Eddy. Sejumlah peserta berjalan bersama-sama sembari membawa lilin, bergerak menuju depan Balai Kota Among Tani. Sebuah panggung didirikan di situ. Di depannya, ratusan batang lilin dinyalakan membentuk formasi tulisan ER dalam lingkaran.
Pendukung Eddy Rumpoko itu menamai diri mereka Sahabat ER. Seseorang membacakan puisi berjudul “Seribu Lilin untuk Eddy Rumpoko”. Di tengah acara diputar film profil Kota Batu. Film berdurasi sekitar 30 menit ini menceritakan kondisi Kota Batu yang dulu sepi dan tertinggal berubah menjadi kawasan wisata unggulan di Jawa Timur.
Eddy kini ditahan Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta. Dia telah ditetapkan KPK sebagai tersangka suap pengadaan meja kerja untuk staf dan eselon Pemerintah Kota Batu. Eddy dituduh menerima suap sebesar Rp 500 juta untuk proyek senilai Rp 5,26 miliar itu.
Eko Widianto (Batu)