Masyarakat NU Jawa Tengah melakukan aksi demonstrasi menolak kebijakan Full Day School di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, YOGYAKARTA- Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora DIY) DI Yogyakarta menyatakan tak serta merta akan langsung menghapus kebijakan lima hari sekolah atau sistem Full Day School yang terlanjur diterapkan meski Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Perpres Nomor 87 Tahun 2017 itu merupakan pengganti dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah.
“Dari pemetaan kami tiga bulan terakhir, hanya 10 persen sekolah di Yogya ini yang tidak bisa menerapan full day school, sisanya bisa menjalankan,” kata Kepala Dikpora DIY Baskoro Aji kepada Tempo Kamis 7 September 2017.
Di Yogya, ujar Aji, dari sekitar 450 SMA/SMK negeri/swasta, sekitar 90 persennya diklaim tak ada masalah saat menerapkan sistem delapan jam pelajaran tiap hari.
Untuk menyikapi terbitnya Perpres itu, Dikpora DIY pun mulai menyebar formulir ke seluruh SMA/SMK negeri/swasta di DIY untuk survey.
“Tiap sekolah kami minta mengisi formulir terkait kesiapan dan evaluasi masing-masing sekolah, apakah bisa melanjutkan full day school atau kembali dengan enam hari sekolah,” ujarnya.
Dari survey itu, jika ternyata ditemukan banyak sekolah tak mampu melanjutkan sekolah lima hari, maka bisa mulai kembali dengan sistem sekolah enam hari semester depan atau tahun 2018.
"Karena di Perpres 87/2017 kan juga ada ada dua pilihan, tetap lima hari sekolah atau kembali enam hari sekolah,” ujarnya.
Aji menuturkan berdasarkan evaluasi pihaknya sekolah yang banyak tak bisa menerapkan lima hari sekolah di Yogya merupakan sekolah menengah kejuruan(SMK). Terutama terkait sarana yang dimiliki untuk praktik kerja dan laboratorium.
“Misalnya untuk bengkel praktik siswa, saat enam hari sekolah, jam praktiknya saja sudah sampai pukul 16.00, apalagi kalau lima hari kan jadi lebih repot, bisa sampai malam,” ujarnya.
Selain sarana prasaran, kendala lain sekolah yang kesulitan menerapkan lima hari sekolah adalah jumlah tenaga pengajar atau guru.
Sedangkan itu terkait kebijakan di tingkat SD/SMP, Aji menyatakan kewenangan diserahkan kepada masing-masing pemerintah kabupaten/kota.