Ketua DPR Setya Novanto memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 14 Juli 2017. Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang setelah sebelumnya Novanto mangkir lantaran sakit vertigo. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menetapkan Setya Novanto menjadi tersangka korupsi e-KTP. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengapresiasi langkah KPK untuk menunjukkan keseriusan KPK membongkar dalang persekongkolan pengadaan KTP elektronik yang merugikan keuangan negara 2,3 T.
"Untuk menghadapi proses hukum, SN harus mundur sebagai Ketua DPR," kata Donal dalam pernyataan tertulisnya, Senin 17 Juli 2017. Ia beralasan pelepasan jabatan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan lembaga negara untuk melawan proses hukum sehingga tidak terjadi konflik kepentingan.
Pada saat yang sama, Donal juga berharap Partai Golkar harus segera melakukan pembenahan internal untuk untuk mengganti pimpinannya yang bermasalah. Selain itu, Golkar harus mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK agar citra partai tidak semakin terbenam.
Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Hal itu diumumkan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam jumpa pers di Gedung KPK, Senin hari ini. Penetapan tersangka ini setelah mencermati fakta persidangan atas terdakwa Irman dan Sugiharto terhadap kasus korupsi E-KTP tahun 2011-2012.
Dalam penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus ini, KPK menilai yang bersangkutan telah menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.