TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, mengatakan langkah DPR membuat Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi keliru. Lebih jauh dia menilai pantia hak angket yang dibentuk DPR RI kerap disalahartikan dan tidak sejalan lagi dengan fungsi utamanya.
"Ada yang salah dengan nama hak angket," kata Ridwan di Jakarta, Selasa, 27 Juni 2017. Ia mengatakan tujuan dari penggunaan hak angket adalah untuk mengevaluasi apakah suatu lembaga sudah berjalan sesuai dengan misinya atau tidak.
Baca: Wakil Ketua DPR Imbau Idul Fitri Jadi Momentum Bangun Persatuan
Namun yang terjadi saat ini adalah hak angket digunakan untuk menyelidiki dan membongkar sesuatu. Sebagai contoh, Ridwan menganggap tidak relevan bagi Pansus untuk meminta rekaman penyidikan kasus dari KPK.
"Seharusnya, Pansus mengevaluasi apakah kebijakan KPK sudah benar, bukan membongkarnya," kata Ridwan.
Baca: Komisi III ingin Mengakhiri Kesan Berseteru dengan Polri dan KPK
Sebelumnya, Pansus hak angket KPK sudah menggelar rapat perdana. Mereka mendesak KPK menyerahkan Miryam Haryani untuk datang ke rapat Pansus. Namun KPK tidak mengabulkan permintaan itu.
Di sisi lain, Ridwan melihat ada pergeseran konstelasi politik ke lembaga hukum. Menurut Ridwan, ada kecenderungan persaingan politik telah bergeser ruang pertarungannya ke lembaga hukum.
Hal yang harus dilakukan agar tidak semakin menjadi-jadi ialah melakukan evaluasi terhadap lembaga tersebut. "KPK kan lahir dari era Reformasi. Elit pendorong reformasi yang mesti evaluasi," ucapnya.
Lebih lanjut, praktisi hukum Saiful Bahri menambahkan hak angket terhadap KPK tidak bisa dipakai untuk memperlemah keberadaan lembaga antirasuah itu. Menurut dia, hak angket tidak bisa dipakai untuk lembaga independen seperti KPK atau kejaksaan agung. "Hak angket itu untuk mengontrol," kata dia.
ADITYA BUDIMAN