Presiden Joko Widodo didampingi Menko PMK Puan Maharani (kedua kiri), Mendikbud Muhadjir Effendy (kiri) dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki membaca dongeng Lutung Kasarung saat acara Gemar Baca dalam rangka Hari Buku Nasional di halaman tengah Istana Merdeka, Jakarta, 17 Mei 2017. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy merasa kritik masyarakat terhadap kebijakan full day school yang diatur Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2017, terlalu dini. Sebab, kritik muncul sebelum instansinya sempat melakukan sosialisasi.
”Waktu isu (full day school) muncul, permen belum muncul. Saya mau sosialisasi apa kalau begitu? Reaksi publik terlalu cepat,” kata Muhadjir saat dicegat di Istana Kepresidenan, Selasa, 20 Juni 2017.
Meski merasa kritik publik terlalu dini, Muhadjir tidak merasa sakit hati. Ia malah santai saja. Apalagi, kata dia, kebijakan itu tidak dibatalkan, melainkan diperbaiki dan payung hukumnya ditingkatkan dari permen ke perpres. “Kan malah ditingkatkan payung hukumnya, jadi lebih kuat,” ujarnya.
Kebijakan full day school ditunda pemberlakuannya dan kembali dikaji oleh pemerintah akibat adanya pro dan kontra di masyarakat. Menurut sebagian publik, kebijakan itu berlebihan karena memaksa anak-anak di sekolah terlalu lama. Ada juga yang menganggap kebijakan itu menghalangi anak-anak mengaji di sore hari.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan pemerintah tidak pernah membatalkan kebijakan full day school yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2017. Ia berkata, apa yang ada hanyalah perbaikan.
”Diperbaiki (bukan dibatalkan). Intinya, karena peraturan menteri masih menimbulkan pro dan kontra, makanya diperbaiki. Memperbaiki permen kan tidak apa-apa,” ujar Pramono ketika ditanya soal full day school saat dicegat di kompleks Istana Kepresidenan.