Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu usai penyerahan tanda kehormatan Yudha Dharma Utama di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, 28 Juni 2016. TEMPO/Yohanes Paskalis
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menekankan bahwa terorisme harus dihadapi secara total. Dia setuju pemberian kewenangan pada TNI ikut menangani kasus terorisme.
"Yang namanya teroris itu musuh manusia, musuh tukang becak, tukang ojek, jadi semuanya berhak (menanggulangi). Jangan si itu-itu saja, memangnya bisa? Tak bisa," ujar Ryamizard saat ditemui di kompleks Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juni 2017.
Ryamizard enggan mengomentari pendapat pihak yang tidak setuju pelibatan TNI dalam revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Anti Terorisme).
Salah satu yang menolak adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari berbagi lembaga swadaya publik seperti Imparsial, KontraS, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLHBI) dan lain-lain.
Koalisi itu menilai pelibatan TNI akan menjurus pada tumpang tindih aturan. "Saya tidak tahu itu, yang penting dia (teroris) musuh bersama. Dia ngebom sana ngebom sini. Heran saya, sudah di depan mata kok masih diskusi-diskusi," ujar Ryamizard.
Meskipun mendukung masuknya TNI ke urusan terorisme, Ryamizard mengaku tak ingin ikut campur membahas RUU Anti-Terorisme, termasuk soal penentuan leadingsector pemberantasan teroris. Aturan tersebut tengah digodok oleh Panitia Khusus RUU Antiterorisme di DPR RI.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu menyerahkan pembahasan RUU tersebut pada DPR serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. "Itu saya tak ikut-ikut. Yang jelas, dia (teroris) musuh bersama, siapapun. Masa kalau ada maling di depan kita, kita nunggu aparat? Mau dilepasin? Kan tidak begitu," kata Ryamizard.