TEMPO.CO, Jakarta -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, terus mendesak penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme).
RUU tentang pemberantasan terorisme yang sedang dibahas di DPR itu digenjot penyelesaiannya menyusul teror bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu lalu.
Baca: Revisi UU Anti-Terorisme, Fadli Zon: Ini Isu Sensitif
"Presiden juga sudah mendesak agar segera selesai. Mudah-mudahan minggu (pekan) depan kita sudah bisa selesaikan ini dengan teman-teman di DPR," kata Wiranto usai menghadiri diskusi yang diadakan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu, 27 Mei 2017.
Teror yang terjadi di Indonesia dan berbagai lokasi di dunia beberapa waktu terakhir, menurut Wiranto memperkuat alasan penyelesaian pembahasan RUU tersebut. RUU Anti Terorisme yang sudah direvisi dan diperkuat pun dinilai bisa mendukung tatanan kerja sama Indonesia dengan negara lain yang memerangi radikalisme.
Baca: Revisi UU Antiterorisme, Kapolri Tito: Kuatkan Pencegahan Teror
"(Itu) untuk Indonesia agar tak jadi basis atau sasaran empuk terorisme. Di mana negara lain sudah memperkuat UU-nya, kita juga harus memperkuat," kata Wiranto.
Pembahasan RUU pemberantasan terorisme itu memang berlangsung alot karena sebagian isinya mendapat pro dan kontra. Soal Pasal 43a, misalnya, di mana penyidik diperbolehkan mencegah dan menempatkan orang yang diduga teroris di suatu tempat selama enam bulan.
Baca: Pemerintah Menjamin Revisi UU Anti Terorisme Tak Langgar HAM
Adapun Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian berharap UU Anti Terorisme yang direvisi memungkinkan adanya tindakan hukum terhadap berbagai perilaku yang mengarah pada aksi teror.
"Dalam UU ini, kami menghendaki masalah pencegahan harus terakomodir supaya ada kegiatan yang betul-betul sistematis dan komprehensif untuk mencegah," kata Jenderal Tito di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Jakarta, Jumat kemarin.
Tito pun mengharapkan agar program rehabilitasi lebih disorot untuk mengatasi pihak-pihak yang sudah terpengaruh oleh pemikiran yang radikal. Dia pun menghendaki kriminalisasi terhadap sejumlah perbuatan awal terorisme.
Istilah perbuatan awal yang dimaksud Tito adalah sejumlah pelatihan militer yang kerap diadakan kelompok teroris sebelum melakukan aksi teror. Polisi selama ini tak bisa menangkap peserta kegiatan itu sebelum terbukti melakukan aksi teror.
Secara terpisah, Ketua Panitia Khusus RUU Anti Terorisme, Muhammad Syafii, menargetkan pembahasan aturan pemberantasan teroris itu bisa rampung tahun ini. "Tahun ini InsyaAllah bisa selesai," ujar Safii saat dikonfirmasi Tempo, kemarin.
YOHANES PASKALIS