IBC: Pembentukan Hak Angket KPK Sudah Cacat Sejak Awal
Editor
Dian Andryanto
Minggu, 11 Juni 2017 20:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia Budget Centre Roy Salam menilai hak angket KPK yang digulirkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat telah melenceng dari esensinya. Roy mengatakan undang-undang mengatur hak angket agar digunakan untuk membahas hal-hal strategis dan berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
"Hak angket ini (angket KPK) sebetulnya hampir tidak punya manfaat untuk masyarakat," kata Roy saat berdiskusi di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Ahad, 11 Juni 2017. Menurut dia, materi angket yang digulirkan anggota Dewan ini hanya menyangkut perkara adminitrasi. "Terlalu kecil semangat DPR untuk membuat hak angket," katanya.
Baca juga:
IBC: Hak Angket KPK Berpotensi Rugikan Keuangan Negara
Usul hak angket KPK bergulir setelah Miryam S Haryani, politikus Hanura, mencabut seluruh berita acara pemeriksaan dugaan korupsi e-KTP. KPK menduga Miryam telah ditekan oleh sejumlah koleganya. Namun saat bersaksi dalam persidangan, Miryam mengaku telah ditekan penyidik KPK.
Anggota Dewan kemudian meminta KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II itu. Tetapi KPK menolaknya. Hak angket pun diajukan untuk memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan.
Baca pula:
PUSaKO: KPK Sebaiknya Tidak Mengakui Keberadaan Pansus Hak Angket
Roy mengatakan DPR seharusnya menyerahkan sepenuhnya penegakan hukum terkait dengan korupsi e-KTP. Sebab korupsi yang menelan uang negara sebesar Rp 2,3 triliun itu sangat merugikan rakyat. Ia berasumsi yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah seluruh koruptor ditahan dan seluruh warga negara Indonesia mendapatkan e-KTP.
Bukannya mendukung, DPR malah mempertanyakan kinerja KPK dengan mengajukan hak angket. "Ini justru membuat energi KPK habis mengurusi maunya DPR," kata Roy
Silakan baca:
Soal Hak Angket, Sikap Fadli Zon Disebut Kerdilkan DPR
Roy mengatakan pembentukan angket KPK ini sudah cacat sejak awal. Angket yang digulirkan DPR mestinya mewakili seluruh lembaga. Artinya, yang menjadi panitia harus berasal dari 10 fraksi yang ada di DPR. Faktanya ada, tiga fraksi yang tak ikut. "Satu fraksi tidak ikut saja sudah tidak sah. Ini tiga," ujarnya.
Pakar hukum pidana Abdul Ficar Hadjar mengatakan secara prosedural hak angket mestinya digunakan DPR untuk menyelidiki apakah kebijakan pemerintah dijalankan sesuai dengan undang-undang atau tidak. Yang menjadi sasaran angket, kata dia, mestinya adalah pemerintah.
Simak:
Pansus Hak Angket KPK Mulai Bekerja, Istana: Silakan Saja
"Kenapa dilakukan kepada KPK? KPK lembaga negara, iya. Tapi dia menjalankan fungsi penegakan hukum," kata Ficar. Ia mengatakan DPR telah salah sasaran menggulirkan hak angket kepada KPK. "Sudah salah orang, senjatanya juga salah."
Selain itu, kata Ficar, ada konflik kepentingan dalam tubuh DPR. Sebab, beberapa panitia yang tergabung dalam tim pansus hak angket adalah orang-orang yang disebut-sebut terlibat dalam korupsi e-KTP. "Seolah-olah ini jadi balas dendam. Perlawanan balik," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI