Masyarakat Sipil Tolak Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Reporter

Jumat, 9 Juni 2017 21:58 WIB

Sejumlah anak membuat kerajinan tanah liat untuk mengisi kegiatan ngabuburit kreatif di Kampung Horta, Ciomas Rahayu, Kabupaten Bogor. TEMPO/M. SIDIK PERMANA

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 140 tokoh dan 34 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menolak pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Pelibatan TNI dianggap akan merusak sistem penegakan hukum dan mengancam hak asasi manusia.

Penolakan tersebut disampaikan dalam petisi bersama. "Pendekatan criminal justice system yang selama ini telah digunakan dalam penanganan terorisme di Indonesia sejatinya sudah tepat, dan benar," kata Sumarsih dari Jaringan Solidaritas Keluarga Korban membacakan petisi di kantor Amnesty International Indonesia, di Jakarta, pada Jumat 9 Juni 2017.

Baca juga: Revisi UU Antiterorisme, Panglima Sebut Teroris Kejahatan Negara

Koalisi meminta revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tetap dalam kerangka sistem negara demokrasi, penghormatan pada negara hukum dan HAM, serta menggunakan mekanisme criminal justice system.

Jika DPR dan pemerintah tetap berkukuh mengatur pelibatan militer, Koalisi meminta enam syarat yang harus dipenuhi. Pertama, pelibatan TNI harus atas dasar kebijakan dan keputusan politik negara. Kedua, pelibatan harus atas permintaan dari kepolisian atau pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

Ketiga, pelibatan TNI dilakukan saat ancaman terorisme mengancam keamanan dan ketertiban yang tidak dapat ditangani lagi oleh kepolisian. Keempat, prajurit yang dilibatkan berada di bawah kendali operasi (BKO) kepolisian.

Kelima, pelibatan militer bersifat proporsional dan dalam jangka waktu sementara. Serta keenam, prajurit yang dilibatkan tunduk pada sistem peradilan umum.

Peneliti LIPI Mochtar Pabottinggi meminta pemerintah tetap mempertahankan rasionalitas dalam menangani terorisme, yakni seluruh
kegiatan pertahanan negara dilakukan militer, sementara keamanan negara dilakukan kepolisian.

"Sifat antara militer dan polisi berbeda. Militer tidak dilatih untuk berdialog, tapi dilatih untuk menyerang, membunuh," kata Mochtar.
Karena itulah, kata dia, pelibatan TNI sebagai salah kaprah. Hal tersebut dilakukan Orde Baru yang pernah terus-menerus menciptakan kondisi darurat.

"Jangan menciptakan situasi darurat lagi di Indonesia. Manakala situasi darurat terus dipertahankan dalam situasi tidak darurat, akan muncul suatu masa dimana situasi darurat tidak ampuh lagi diatasi," kata Mochtar.

Mantan anggota Komnas HAM Zumrotin menyatakan kekhawatirannya terhadap pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme. "Nantinya kita akan darurat militer terus," kata dia.

Simak juga: Wiranto Ingin TNI Turun Langsung Berantas Terorisme, Bukan BKO

Menurut Zumrotin masalah terorisme tidak harus diselesaikan dengan pendekatan militer. Beberapa kajian menyebutkan terorisme disebabkan antara lain oleh faktor kemiskinan dan ketidakadilan.

"Apakah ini harus diselesaikan secara militerisme, seharusnya dengan pendekatan civilized," kata dia. Alih-alih menyelesaikan masalah terorisme, pendekatan militer, kata Zumrotin, justru akan menciptakan kebencian lagi di masyarakat.

AMIRULLAH SUHADA

Berita terkait

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

2 Mei 2020

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memilih bertugas sebagai tentara ketimbang menteri.

Baca Selengkapnya

LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

13 Desember 2019

LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

LPSK mendesak Jokowi segera meneken revisi aturan soal kompensasi korban teror masa lalu.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

26 Mei 2018

KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

Pengawasan penting untuk menjamin tidak terjadinya praktik penyiksaan dalam proses pemberantasan terorisme.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

26 Mei 2018

Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

Bisa saja Undang-Undang Terorisme secara substansi baik tapi implementasinya di lapangan berjalan bias.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

25 Mei 2018

Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

SBY setuju aparat penegak hukum mendapat kewenangan yang cukup seperti penyadapan dalam mendeteksi, mencegah dan menggagalkan aksi teror.

Baca Selengkapnya

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

7 Februari 2018

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

Sejumlah kalangan menilai reformasi di tubuh TNI mengalami langkah mundur di masa Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

4 Februari 2018

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

Pengamat hukum Bivitri Susanti meminta nota kesepahaman Polri dan TNI soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban dibatalkan.

Baca Selengkapnya

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

16 Desember 2017

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.

Baca Selengkapnya

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

7 Oktober 2017

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

Topik mengenai TNI di lini masa merupakan salah satu isu yang selalu "in" di mata Netizen, terutama marak dibicarakan saat merayakan HUT TNI kali ini

Baca Selengkapnya

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

5 Oktober 2017

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

Peringatan HUT TNI ke-72 dilaksanakan di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten, Kamis 5 Oktober 2017. Acara ini dimulai pukul 08.00.

Baca Selengkapnya