Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setelah meresmikan patung Soekarno di Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta, 27 Maret 2017. TEMPO/Arkhelaus W
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah menginginkan adanya ambang batas parlemen dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelengaraan Pemilu (RUU Pemilu). “Prinsipnya parliamentarythreshold ada peningkatan dari 3,5 persen,” kata Tjahjo melalui pesan tertulisnya di Jakarta, Kamis 8 Juni 2017.
Tjahjo Kumolo berpendapat peningkatan ambang batas parlemen dapat membangun sistem multipartai yang sederhana. Tujuannya, kata dia, menciptakan sistem parlemen yang efektif dan pelembagaan sistem perwakilan. “Ini komitmen politik bersama membangun sistem pemerintahan presidensiil,” kata dia.
Ambang batas presidensial menjadi salah satu isu krusial yang masih dibahas dalam Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu. Pembahasan RUU Pemilu sendiri menyisakan lima isu krusial.
Lima isu itu adalah sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi.
Sebanyak tujuh partai pun berkonsolidasi agar semua keputusan dalam pembahasan diambil lewat musyawarah untuk mufakat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan sejatinya seluruh fraksi memang menginginkan agar RUU Pemilu tidak sampai berakhir voting. “Kebetulan itu (hanya tujuh yang bertemu). Tapi nanti semua fraksi akan koordinasi,” ucap Riza.
Riza menjelaskan tujuh partai bersepakat agar RUU Pemilu mengakomodasi semua partai untuk bisa duduk di parlemen. “Penyederhanaan partai itu akan terjadi secara alamiah. Tidak bisa dipaksa dalam sebuah regulasi, itu tidak baik,” kata Wakil Pansus RUU Pemilu itu.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan pertemuan tersebut ingin RUU Pemilu yang mengakomodasi seluruh kepentingan partai yang berbeda jumlah kursinya di DPR, terutama partai-partai kecil. “Jadi parliamentarythreshold atau ambang batas untuk memperkuat sistem, bukan menghambat atau membunuh kehidupan partai politik saat ini,” kata Yoga.