Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP) Andi Agustinus alias Andi Narogong seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 22 Mei 2017. Andi Narogong diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi mega proyek e-KTP. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong mengaku pernah memberikan duit US$ 1,5 juta kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman. Tujuannya, agar Irman memberikan ia pekerjaan dalam proyek e-KTP.
"Uang itu adalah permintaan Pak Irman. Katanya untuk operasional," ujarnya saat bersaksi dalam sidang e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 29 Mei 2017.
Andi mengatakan uang itu ia serahkan melalui Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto secara bertahap antara Maret dan April 2011.
Pemberian pertama US$ 500 ribu dilakukan di Cibubur Junction; kedua US$ 400 ribu di Holland Bakery, Kampung Melayu; ketiga US$ 400 ribu di Kemang: dan terakhir di stasiun pengisian bahan bakar Auri sebesar US$ 200 ribu.
"Kami berkoordinasi dan saling mengirim utusan. Saya mengutus adik saya, Vidi, sementara Pak Sugiharto mengutus Yosef Sumartono," ucapnya.
Andi menuturkan uang itu ia berikan dengan harapan siapa pun pemenang tender e-KTP, Irman tetap memberinya sub-pekerjaan. Sebab, perusahaan yang dikelolanya tidak bisa masuk sebagai anggota konsorsium yang mengikuti lelang.
Andi mengakui kesalahannya di hadapan majelis hakim. Ia pun menyatakan menyesal telah memberikan uang itu kepada Irman.
Saat sidang dakwaan e-KTP pada Maret lalu, kuasa hukum Irman dan Sugiharto berujar kliennya sudah menginformasikan hal yang diketahui kepada KPK. Kedua kliennya juga telah mendaftarkan diri sebagai justice collaborator. Salah satu syaratnya adalah mengakui perbuatan. Kedua terdakwa pun telah mengembalikan uang tersebut. Irman telah mengembalikan US$ 300 ribu atau sekitar Rp 4 miliar dan Rp 50 juta, sedangkan Sugiharto Rp 270 juta. "Sisanya tinggal pembuktian di pengadilan," katanya, Jumat pekan lalu.