Menkopolhukam Wiranto (tengah) bersama Menkumham Yasonna H. Laoly (kiri), Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kanan), dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan) memberi keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, 8 Mei 2017. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, keputusan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan serta-merta. "Keputusan ini telah melalui proses yang panjang lewat pengamatan dan mempelajari nilai-nilai yang mereka anut," kata Wiranto, seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 15 Mei 2017.
Wiranto menuturkan, keberadaan HTI dirasa semakin meresahkan. "Ada laporan dari Markas Besar Kepolisian bahwa banyak penolakan di berbagai daerah bahkan ada yang sampai memicu konflik horizontal. Kalau ini dibiarkan, bisa meluas," ujarnya.
Wiranto tidak menyangkal bahwa kegiatan HTI yang didirikan pada 1982 itu selama ini adalah berdakwah. Namun, kenyataannya apa yang dilakukan di lapangan, gerakan dan dakwah yang disampaikan tujuannya masuk wilayah politik. "Ini mengancam kedaulatan politik negara," kata Wiranto.
Wiranto juga menjelaskan alasan dasar pemerintah membubarkan HTI. Ideologi khilafah yang diusung HTI bersifat transnasional dan meniadakan konsep nation state (negara kebangsaan). Menurut Wiranto, HTI ingin mendirikan negara Islam dalam konteks luas sehingga negara dan bangsa menjadi absurd. Termasuk di Indonesia yang berbasis Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Wiranto, khilafah yang diusung HTI juga telah dilarang di 20 negara, termasuk yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Arab Saudi, Pakistan, Mesir, Yordania, Malaysia, dan Turki. "Sebab, mereka sadar, jika pemahaman khilafah diizinkan, keberadaannya akan mengancam nation state."