Ekspresi Atut Chosiyah saat mendengarkan saksi Djaja Buddy Suhardja selaku Kepala Dinas Kesehatan Banten di Pengadilan Tipikor, 15 Maret 2017. TEMPO/Maria Fransisca (magang)
TEMPO.CO, Jakarta - Empat panitia pengadaan lelang alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012 bersaksi bagi terdakwa Ratu Atut Chosiyah hari ini, Rabu, 22 Maret 2017. Keempatnya kompak mengatakan ada kecurangan dalam proses pengadaan alkes Banten.
Kesaksian ini sontak membuat mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bertanya-tanya. "Saudara sadar itu pelanggaran. Apa anda siap menerima konsekuensi untuk dihukum?" kata Atut bertanya kepada Ferga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 22 Maret 2017. Ferga lalu menjawab, "Siap."
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Nugraha lantas menginterupsi pertanyaan Atut. "Jangan ada ancaman di sidang ini," kata dia.
Atut menjelaskan ia tidak sedang mengancam Ferga. Ia hanya ingin bertanya apakah Ferga siap menerima hukuman seperti dia karena mengakui kesalahan.
Pada pelaksanaan seleksi administrativ misalnya. Hanya enam perusahaan dari sekian banyak peserta lelang yang mengunggah dokumen penawaran. Enam perusahaan itu, kata Ferga, adalah perusahaan yang sudah dipilih sejak awal.
Ferga menemukan dokumen penawaran yang ditandatangani di atas materai itu tidak asli dibuat manajemen perusahaan. Tapi, staf Dadang Priyatna, karyawan PT Balipasific Pragama, yang bernama Ahmad Syaifuddin yang membuatnya. "Panitia dilarang atau tidak boleh crosscheck keabsahan dokumen tersebut," kata dia.
Selain itu, Ferga dan tiga orang lainnya juga mengaku menerima uang Rp 70 juta. Duit itu diberikan oleh Ajat Drajat Ahmad Putra, Sekretaris Dinas Kesehatan Banten dan Jana Sunawati adalah pejabat pelaksana teknis kegiatan.
Kecurangan pada pengadaan alkes itu diduga didalangi oleh Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ia diduga menyelewengkan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga membuat negara rugi Rp 79,79 miliar.