TEMPO.CO, Bantul - Langkah Bupati Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Suharsono, mengangkat Yulius Suharta, Camat Pajangan nonmuslim, mendapat dukungan dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Suharsono mengatakan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mendukung keputusannya mengangkat Camat Pajangan itu. Menurut Suharsono, Sultan belum lama ini langsung meneleponnya setelah ia diprotes segelintir orang. “Intinya, Sultan mendukung keputusan saya. Banyak dukungan mengalir,” kata Suharsono kepada Tempo, Senin, 16 Januari 2017.
Belum lama ini, sejumlah orang yang mengatasnamakan warga Kecamatan Pajangan mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul. Mereka beraudiensi meminta Bupati Bantul mencopot Yulius Suharta, yang dilantik pada 30 Desember 2016. Para pemrotes itu juga mendatangi kantor Bupati Bantul Suharsono. Mereka menolak dengan alasan Camat Pajangan tidak sesuai dengan psikologis masyarakat yang mayoritas beragama Islam.
Suharsono tidak lantas mencopot Camat Pajangan dan berjanji mengambil keputusan pada awal Februari 2017. Menurut Suharsono, dia mengangkat Yulius sesuai Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Keputusan itu ia ambil karena ia tidak menabrak aturan. Yulius juga diangkat karena punya kompetensi. Suharsono melibatkan tim dari Kepolisian Daerah DIY untuk mengetes psikologis Yulius dan dinyatakan lolos. Kriteria lainnya adalah kecerdasan, bagaimana ia bekerja, dan kepribadian Yulius. “Camat Pajangan memenuhi kriteria. Saya tidak ngawur,” ujarnya.
Selain Sultan, Suharsono mendapat dukungan dari sejumlah tokoh keberagaman, organisasi non-pemerintah, dan kalangan akademikus. Wakil Koordinator Kaukus Pancasila Eva Kusuma Sundari berharap Bupati Bantul mempertahankan penunjukan Camat Pajangan sebagai bagian dari edukasi kepada masyarakat.
Bupati Bantul, kata Eva, tentu menunjuk camat itu sesuai konstitusi yang berlaku. Ia meminta Bupati tegas bersikap sebagai perwakilan negara yang harus berperan aktif menegakkan hukum di daerah. Kaukus mendukung kebijakan Bupati yang fair dan tidak berdasarkan suku, agama, dan ras. “Hukum Indonesia bukan berdasarkan agama,” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu ketika dihubungi melalui WhatsApp.