Anggota DPR: Kompleksitas Lapas Mirip 'Ada Apa Dengan Cinta'
Editor
Pruwanto
Sabtu, 30 April 2016 12:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Arsul Sani mengungkapkan adanya sejumlah kompleksitas dalam pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia. "Ada ketidakcukupan anggaran, ketidakcukupan sumber daya manusia, dan soal kebijakan pemidanaan kita saat ini," kata Arsul dalam diskusi 'Ada Apa Dengan Lapas' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 30 April 2016.
Arsul mengatakan sebagain besar lembaga pemasyarakatan memiliki persoalan yang terstruktur dan sistematis. Tak sekadar kelebihan kapasitas narapidana, ataupun kerusuhan, persoalan anggaran pun menjadi persoalan tersendiri.
"Kalau kita asumsikan, kompleksitas lapas ini mirip kompleksitas 'Ada Apa Dengan Cinta'," dia berkelakar. Anggaran kementerian dan lembaga tahun ini dipangkas sebesar Rp 290 triliun dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Alokasi yang dipangkas ini, kata dia, mempersulit Kementerian Hukum dan HAM dalam mengelola fasilitas lembaga pemasyarkat.
"Kalau anggaran kurang, mau menterinya tak tidur siang malam, kerja terus, ya masalah tetap tak saja selesai," kata dia. Arsul menyampaikan bahwa kebijakan pemidanaan nara pidana belum tepat. "Pidana pokok di Indonesia sebagian besar hanya berupa denda atau penjara, dan orang cenderung kena hukuman penjara. Nah, apakah semua pelaku kejahatan harus ke penjara?"
Baca: Detik-detik Menegangkan Rusuh Rutan Malabero
Menurutnya, hukuman penjara sejumlah kejahatan bisa diganti dengan kerja sosial. "Contohnya pencemaran nama baik, pidana ganti rugi atau denda tetap jalan, hukumannya tak harus penjara," kata dia. Adapun mengenai sumber daya manusia, Asrul menganggap, perbandingan tahanan dan pengawai lapas tak memadahi.
"Bulan lalu saya ke Palu, Sulawesi Selatan, salah satu lembaga pemasyarakatan besar di sana kapasitasnya berlebih. Masa satu regu jaga berjumlah 7 orang, per shift harus menjaga 370 warga binaan?" kata dia.
Adapun Direktur Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum, Akbar Hadi mengatakan Menteri Yasonna Laoly tengah memprioritaskan aspek kemasyarakatan dalam program kerjanya. "Intens pak Menteri di situ, makanya sekarang beliau banyak turun ke lapangan," kata Akbar.
Baca: BNN: Peredaran Narkoba Bandung Dikendalikan Dari LP Banceuy
Kementerian Hukum, kata dia, juga mengatur distribusi warga binaan di tiap lapas, salah satunya untuk menyeimbangkan kapasitas. "Memang kadang bermasalah, seperti saat kami memindahkan 150 penghuni lembaga pemsayaakatan Cipinang dan Salemba ke rumah tahanan Depok, tapi di Depok sulit soal kapasitas."
Berbagai persoalan narapidana muncul di sejumlah lembaga pemasyarakatan. Pada 27 April 2016 lalu, puluhan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan, Bali mengamuk. Mereka menolak dipindahkan ke Lapas Madiun, Jawa Timur. Para tahanan itu sempat menterang polisi.
Baca: Cegah Bentrokan, 63 Napi Kerobokan Dipindahkan ke LP Madiun
Penyerangan penjaga dan pembakaran kantor lembaga pemasyarakatan terjadi di Lapas Banceuy, Bandung, Jawa Barat.
(Baca: Lagi, 100 Napi Banceuy Dipindahkan ke Cirebon dan Garut)
Diskusi itu mengungkap pula jumlah warga binaan di Indonesia yang sudah lebih dari 187 ribu jiwa pada 2016. Dengan asumsi 1 lembaga pemasyarakatan menampung seribu orang, dari data itu memperlihatkan berjubelnya lembaga pemasyarakatan. Karena rata-rata satu lembaga pemsayarakatan diisi 120 ribu warga binaan.
YOHANES PASKALIS