Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (AKH) digiring petugas menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan 1X24 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Januari 2016. KPK resmi menahan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti (DWP) bersama Abdul Khoir (AKH), Julia Prasetyarini (JUL) dan Dessy A. Edwin (DES) setelah ditangkap pada operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (13/1) malam terkait kasus dugaan suap di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada APBN 2016 dengan barang bukti 33.000 Dolar Singapura. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil politikus PAN yang juga anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro, sebagai saksi untuk Budi Suprianto, tersangka kasus suap dalam proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016, Senin, 28 Maret 2016.
Budi dan Damayanti Wisnu Putranti adalah dua anggota DPR yang sudah menjadi tersangka dalam kasus suap proyek infrastruktur. Keduanya diduga menerima suap dari Abdul Khoir, Chief Executive Officer PT Windhu Tunggal Utama, untuk memperlancar proyek jalan di Maluku. KPK mencokok Abdul Khoir bersama Damayanti dan dua asisten Damayanti, Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini, pada awal Januari 2016.
Total uang yang diamankan saat operasi tangkap tangan tersebut sebesar Sin$ 99 ribu. Adapun commitment fee atau uang yang telah dikucurkan Abdul Khoir sebesar Sin$ 404 ribu. Menurut KPK, pemberian suap tersebut bukanlah yang pertama.
Haeruddin Masarro, kuasa hukum Abdul Khoir, mengatakan Andi Taufan Tiro diperiksa terkait dengan pengakuan kliennya. Sebagai anggota DPR yang memiliki dana aspirasi, kata Masarro, Andi ikut menjual paket proyek yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum kepada para kontraktor. Dari setiap proyek yang dijual, anggota DPR mendapat fee sebesar 8 persen.
Masarro lebih lanjut menjelaskan bahwa biasanya transaksi jual-beli tersebut dilakukan melalui perantara. Namun Abdul Khoir pernah menyerahkan langsung kepada Andi Taufan uang sebesar Rp 2 miliar. "Itu diserahkan langsung di kantornya (Andi) di DPR," ujar Haeruddin Masarro. Andi maupun kuasa hukumnya belum memberikan konfirmasi atas tudingan ini.
Dari empat anggota DPR yang dibeli proyeknya oleh Abdul, kata Masarro, Damayanti Wisnu Putranti memperoleh keuntungan paling sedikit. Sebab, ia hanya menjual satu proyek. Sedangkan Andi diduga mendapatkan duit sedikitnya Rp 6,7 miliar dari Abdul.
Aliran dana suap Abdul Khoir, kata Masarro, juga diduga mengalir kepada setidaknya seorang anggota DPR lain dan seorang pejabat teras di Kementerian Pekerjaan Umum.
Tak hanya itu, Haeruddin Masarro mengatakan kliennya telah mengadukan kontraktor-kontraktor lain yang ikut dalam jual-beli proyek ini. Sedikitnya ada empat nama yang sudah disebutkan Abdul Khoir kepada KPK. Namun, hingga saat ini, KPK belum menentukan tersangka baru. "Apa cuma mau simbolis saja menangkap satu? Apa tidak mau membongkar sindikat?" tuturnya.