TEMPO.CO, Jakarta - Penghargaan Yap Thiam Hien Award 2015 diberikan kepada Handoko Wibowo, tokoh gerakan masyarakat sipil asal Batang, Jawa Tengah. Ketua Yayasan Yap Thiem Hien Todung Mulya Lubis mengatakan Handoko adalah sosok penegak keadilan dan sosok anti-kekerasan untuk semua golongan.
“Handoko selalu mengedepankan jalur dialog, anti-kekerasan, dan keadilan untuk semua. Ia melakukan pendampingan hukum sebagai solusi konflik pertanahan dan gigih mendampingi petani Batang sejak tahun 1998,” ujar Todung di gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin, 14 Desember 2015.
Menurut Todung, kegigihan Handoko tercermin dari sikapnya yang rela meninggalkan kehidupan nyaman dan bergerak bersama petani dengan membangun wadah Omah Tani sebagai sekolah untuk segala kalangan. Alumnusnya bahkan ada yang terjun ke partai politik dan menjadi anggota DPRD.
“Kantor pengacaranya pun ditinggalkan untuk konsisten membantu ribuan petani di Batang dengan wadah Omah Tani,” katanya.
Salah satu juri penghargaan Yap Thiam Hien 2015, Yoseph Andi Prasetyo, menilai sosok Handoko memberikan dampak yang luas dalam kerjanya terhadap masyarakat. “Pengaruhnya cukup besar untuk membangun kekuatan masyarakat sipil, terutama di lingkungan petani dan buruh. Bahkan Handoko mendorong lahirnya tokoh politik lokal menggunakan pendekatan HAM dan demokrasi,” tuturnya.
Yap Thiam Hien Award merupakan penghargaan yang dianugerahkan Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa dalam upaya penegakan HAM di Indonesia. Nama penghargaan ini diambil dari nama pengacara Indonesia keturunan Tionghoa dan pejuang hak asasi manusia, Yap Thiam Hien.
Penghargaan ini umumnya diberikan setiap tahun pada 10 Desember sejak tahun 1992. Namu, pada tahun 2005, yayasan sempat meniadakan penghargaan ini karena kurang dana.
Pada tahun 2015, penghargaan Yap Thiam 2015 didukung sejumlah dewan juri, yakni Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiam Hien), Dr Makarim Wibisono (mantan duta besar/wakil tetap RI di Jenewa), Siti Musdah Mulia (dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Clara Joewono (pendiri CSIS), dan Yosep Adi Prasetyo (anggota Dewan Pers).