Sanksi Untuk Novanto, MKD Akan Rujuk Kasus Donald Trump

Reporter

Editor

Elik Susanto

Selasa, 17 November 2015 13:31 WIB

Menteri ESDM, Sudirman Said (kanan) dan Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang usai menggelar pertemuan tertutup di Jakarta, 16 November 2015. TEMPO/Destrianita Kusumastuti

TEMPO.CO, Jakarta - Meski tidak menyebut nama Setya Novanto secara terang-terangan, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang mengatakan kasus lobi permintaan saham PT Freeport Indonesia akan berujung pada sanksi. Sanksi yang pernah diberikan kepada Setya Novanto terkait dengan hadiah dari Donald Trump bisa menjadi pertimbangan bagi MKD untuk menjatuhkan sanksi.

"Sudah pernah diputus sekali soal beliau yang menyangkut Donald Trump itu. Kalau sudah pernah, akan menjadi pertimbangan dalam laporan," kata Junimart Girsang di Kompleks Parlemen Senayan pada Senin, 16 November 2015.

Donald Trump merupakan bakal calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Saat berkunjung ke Amerika Serikat, Setya Novanto menyempatkan bertemu dengan Donald Trump. Pertemuan itu berbuah kehebohan publik di Tanah Air karena bertepatan dengan acara Donald Trump yang mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden, dan Setya Novanto memberi dukungan.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, ada tiga kategori pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD terkait dengan pelanggaran anggota Dewan, yakni pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Untuk pelanggaran ringan berupa teguran, pelanggaran sedang berupa skors selama beberapa waktu, dan pelanggaran berat berupa pemberian hukuman minimal skors tiga bulan dan maksimal pemberhentian dari jabatan secara permanen.

"Kalau pelanggaran itu betul-betul membuat keresahan dalam konteks kenegaraan, misalnya disintegrasi bangsa, atau perilaku tidak pantas seperti yang dugaannya ini (pencatutan nama presiden untuk kepentingan pribadi), bisa juga pelanggaran berat. Sanksi maksimal diberhentikan secara permanen," ujar Junimart.

Setya Novanto sendiri tidak membantah pernah melakukan pertemuan dengan bos PT Freeport dan membicarakan soal perpanjangan kontrak. Namun ia menyangkal pembicaraan itu juga melibatkan pengusaha terkenal yang diduga berinisial R.

Setya Novanto juga mengelak mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta jatah saham PT Freeport. Seperti dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD, besaran sahan yang diminta 20 persen, 11 persen untuk Presiden Jokowi dan 9 persen buat Wakil Presiden.

"Saya tidak pernah membawa-bawa nama Presiden dan Wakil Presiden karena yang saya lakukan untuk kepentingan bangsa, negara, dan khususnya masyarakat Papua," tutur Setya, Senin, 16 November 2015.

DESTRIANITA K.



Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

19 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

2 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

5 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

6 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

6 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya