Suap Obat: Dokter Terima Duit, Begini Pandangan ICW

Reporter

Kamis, 5 November 2015 00:38 WIB

Aktivis ICW Tama Satrya Langkun (kanan) di dampingi Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho (tengah) dan peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal (kiri). TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Wacth (ICW) Tama Satrya Langkun menanggapi hasil temuan Tim Investigasi Majalah Tempo mengenai praktik kolusi antara perusahaan farmasi dan dokter terkait peresepan obat. Sesuai catatan keuangan Interbat yang diperoleh media ini, sebanyak 2.125 dokter dan 151 rumah sakit yang tersebar di lima provinsi diduga menerima uang dan barang dari PT Interbat.

Tama mengatakan penerimaan uang oleh dokter tersebut dapat dikategorikan sebagai gratifikasi apabila memenuhi beberapa unsur yang diatur undang-undang. Ia mengatakan ada beberapa aturan yang mengatur mengenai gratifikasi terhadap dokter.

Baca: EKSKLUSIF: 2.125 Dokter Diduga Terima Suap Obat Rp 131 M

Selain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada pula Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan. "Di dalam Permenkes 14 ini sangat jelas diatur mengenai gratifikasi," kata Tama, Rabu, 4 November 2015.

Misalnya, kata dia, Pasal 1 ayat (3) Permenkes 14 menyebutkan bahwa gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat atau discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan kewenangan. Lalu Pasal 1 ayat 4, gratifikasi yang dianggap suap adalah gratifikasi yang diterima oleh aparatur kementerian kesehatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan wewenang penerima. (Baca: Suap Obat, KPK: Itu Gratifikasi Jika...)

"Apakah dokter termasuk aparatur Kementerian Kesehatan? Jika termasuk, baik negeri maupun swasta, tentu diatur oleh permenkes ini," kata dia. Tama menambahkan, di dalam Pasal 4 Permenkes 14 ini dijelaskan empat bentuk gratifikasi yang dianggap suap, yaitu marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional yang terkait dengan pemasaran suatu produk; cashback yang diterima instansi yang digunakan untuk kepentingan pribadi.



Lalu, gratifikasi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik. Terakhir, sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau penelitian suatu produk. (Baca: Diduga Suap Ribuan Dokter, Begini Jawaban Interbat)

Adapun di dalam UU Pemberantasan Korupsi, kata dia, penerimaan gratifikasi disyaratkan hanya kepada penyelenggara negara dan pegawai negeri. Meskipun demikian, Tama mengatakan pengertian penyelenggara negara dan pegawai negeri di sini dapat diperdebatkan dalam konteks dokter tersebut.

Baca: EKSKLUSIF, Suap Dokter: Begini Akal-akalan Orang Farmasi

Sebagai contoh, dia menjelaskan, sebelum dokter melaksanakan tugas melayani pasien ataupun membuka tempat praktik, terlebih dahulu harus mendapat izin dokter serta Surat Tanda Registrasi (STR). STR ini diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yaitu lembaga pemerintah yang berhak mengeluarkan STR.

"Jadi, dokter dapat melaksanakan tugas melayani masyarakat setelah mendapat otoritas dari lembaga negara, dokter termasuk dalam bagian gratifikasi yang diatur di dalam UU Pemberantasan Korupsi," ujar Tama.

Karena itu, dengan konteks tersebut, Tama berpandangan bahwa dokter yang menerima uang dari perusahaan farmasi terkait dengan peresepan obat, harus melaporkannya ke KPK. Jika dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima uang itu tidak melapor ke KPK, dapat dikategorikan suap.

Berita ini merupakan koreksi dari berita terdahulu dengan judul: Gratifikasi Perusahaan Farmasi-Dokter, ICW: Bukan Suap

RUSMAN PARAQBUEQ



Baca juga:
Suap Dokter=40 % Harga Obat: Ditawari Pergi Haji hingga PSK
Ribut Sampah, Ahok Balik Gertak Yusril: Ngotot, Kami Ladeni!


Advertising
Advertising

Berita terkait

Hujan Kritik, Wacana Tambah Pos Kementerian di Kabinet Prabowo

7 jam lalu

Hujan Kritik, Wacana Tambah Pos Kementerian di Kabinet Prabowo

Majalah Tempo melaporkan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya.

Baca Selengkapnya

Pro-Kontra Soal Penambahan Nomenklatur Kementerian di Pemerintahan Prabowo

11 jam lalu

Pro-Kontra Soal Penambahan Nomenklatur Kementerian di Pemerintahan Prabowo

ICW khawatir wacana penambahan nomenklatur kementerian membuat kabinet Prabowo menjadi sangat gemuk.

Baca Selengkapnya

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

17 jam lalu

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

Peneliti ICW mengatakan mayoritas modus korupsi itu berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

18 jam lalu

ICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024

ICW mengungkap beberapa kerentanan yang mungkin terjadi di Pilkada 2024. Berkaca dari pengalaman Pilpres.

Baca Selengkapnya

Peneliti ICW Bilang Rencana Tambah Kementerian Kabinet Prabowo Demi Bagi-bagi Jabatan

21 jam lalu

Peneliti ICW Bilang Rencana Tambah Kementerian Kabinet Prabowo Demi Bagi-bagi Jabatan

Majalah Tempo melaporkan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya.

Baca Selengkapnya

Polda Metro Jaya Selidiki Pertemuan Alexander Marwata dan Eks Kepala Bea Cukai Yogya, ICW: Keliru

15 hari lalu

Polda Metro Jaya Selidiki Pertemuan Alexander Marwata dan Eks Kepala Bea Cukai Yogya, ICW: Keliru

Peneliti ICW Diky Anandya mengatakan, pertemuan Alexander Marwata dan Eko Darmanto dilakukan dalam rangka aduan masyarakat pada Maret 2023.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Remisi Terlihat Diobral untuk para Koruptor

25 hari lalu

ICW Sebut Remisi Terlihat Diobral untuk para Koruptor

Sebanyak 240 narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin mendapat remisi Idul Fitri

Baca Selengkapnya

Remisi terhadap Koruptor Dinilai Bermasalah Setelah Pencabutan PP 99 Tahun 2012

28 hari lalu

Remisi terhadap Koruptor Dinilai Bermasalah Setelah Pencabutan PP 99 Tahun 2012

Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai remisi terhadap para koruptor lebih mudah setelah pencabutan PP 99 Tahun 2012 oleh Mahkamah Agung.

Baca Selengkapnya

Reaksi Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Soal Wacana KPK dan Ombudsman Dilebur

30 hari lalu

Reaksi Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Soal Wacana KPK dan Ombudsman Dilebur

Muncul kabar bahwa KPK dan Ombudsman akan dilebur, bagaimana respons aktivis antikorupsi dan para pengamat?

Baca Selengkapnya

Awal Mula Berhembus Kabar KPK Digabung dengan Ombudsman

33 hari lalu

Awal Mula Berhembus Kabar KPK Digabung dengan Ombudsman

tersiar kabar KPK akan dihapuskan lalu digabungkan dengan Ombudsman, bagaimana awalnya?

Baca Selengkapnya