Hakim tunggal Suprapto memimpin sidang perdana praperadilan OC Kaligis atas penetapan tersangka yang dilakukan KPK dalam kasus dugaan suap kepada Hakim dan Panitera PTUN Medan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 Agustus 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Sementara Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Nur Chusniah menilai putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Suprapto, yang menggugurkan gugatan praperadilan Otto Cornelis Kaligis sudah tepat.
Menurut Chusniah, dasar pertimbangan hakim Suprapto sama dengan pendapat KPK. "Hakim benar. Sesuai KUHAP, praperadilan OC Kaligis memang harus digugurkan karena berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," kata Chusniah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 24 Agustus 2015.
Pasal 82 huruf d KUHAP pada intinya menyebutkan, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan, sedangkan pemeriksaan permohonan praperadilan belum selesai, maka permohonan praperadilan gugur.
Chusniah pun menampik tudingan kuasa hukum OC Kaligis yang tetap kukuh mengatakan penetapan tersangka Kaligis tidak sah. Penetapan tersangka terhadap OC Kaligis telah sesuai dengan prosedur, yakni berdasarkan dua alat bukti dan keterangan saksi ahli.
Menurut Chusniah, OC Kaligis ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pengembangan operasi tangkap tangan yang melibatkan anak buahnya. "Jadi tidak ada alasan lagi," ujarnya.
Hakim Suprapto pada Senin pagi tadi menggugurkan gugatan praperadilan yang dimohonkan oleh OC Kaligis melalui tim kuasa hukumnya. Suprapto beralasan berkas perkara OC Kaligis telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Putusan tersebut menuai protes dari kuasa hukum OC Kaligis. Selain mempersoalkan penetapan OC Kaligis sebagai tersangka oleh KPK tidak sah, mereka juga memprotes karena putusan hakim dibacakan tanpa dihadiri OC Kaligis.
Suprapto pun menanggapinya dengan santai. "Ya, itulah, apa pun alasannya, putusannya tetap gugur berdasarkan KUHAP," tutur Suprapto.
OC Kaligis mempraperadilankan KPK karena menilai penangkapan dan penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena menyuap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Penyuapan dilakukan saat dia membela Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melawan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Dalam kasus penyuapan terhadap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho bersama istrinya, Evy Susanti, juga ditetapkan sebagai tersangka yang memberikan uang suap.