TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, menilai sistem electronic voting bisa menekan ongkos penyelenggaraan pemilu. "Selain efisien dari segi biaya, juga efisien dari sisi waktu penyelenggaraan," katanya di Rumah Kebangsaan, Jalan Pattimura 9, Jakarta, Ahad, 21 September 2014.
Menurut dia, kecanggihan teknologi yang dikenal sebagai e-voting itu akan memangkas biaya operasional pemilu konvensional. Pasalnya, kata dia, tak perlu ada anggaran pencetakan kertas suara tiap lima tahun karena diganti alat voting yang tahan lama. "E-voting juga bisa memangkas jumlah panitia pemilu di lapangan yang selama ini cukup menyedot anggaran," katanya.
Menurut dia, keengganan pemerintah memakai sistem ini didasari oleh ketakutan yang tak berdasar. Dia menganggap ketakutan itu ada karena pemerintah tidak cukup melek teknologi. "Pemerintah dibayangi ketakutan sistem diretas dan suara bisa dimanipulasi, padahal ahli teknologi yang jenius banyak di negeri ini dan sudah ada ISO yang mengatur standar keamanan sistem pertahanan. Tinggal terapkan saja," katanya.
Saran ini dia ajukan sebagai salah satu alternatif solusi mementahkan klaim bahwa biaya pemilu mahal. Klaim tersebut belakangan dipakai sebagai alasan oleh Koalisi Merah Putih untuk mendorong pengesahan revisi Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah. Partai penyokong Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD karena mereka menguasai jumlah kursi parlemen di 31 provinsi.
RAYMUNDUS RIKANG
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD | IIMS 2014
Berita terpopuler lainnya:
Prabowo Klaim Gerindra Kalah karena Kurang Duit
Tidak Jadi Menteri, Abraham Siap Maju Pilpres 2019
Asian Games 2018, Ahok: Jokowi Jadi Sukarno Kedua
Jokowi: Bangsa Besar Tidak Cukup Dibangun Empat Partai
erempuan ini Letakkan Sesajen di Pintu Gedung KPK
Berita terkait
Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah
22 Agustus 2016
Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.
Baca SelengkapnyaKPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan
12 Juli 2016
Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.
Baca SelengkapnyaKajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada
29 Juni 2016
KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.
Baca SelengkapnyaPemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan
19 Juni 2016
Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.
Baca SelengkapnyaHari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna
19 Juni 2016
Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang
6 Juni 2016
Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.
Baca SelengkapnyaSyarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin
6 Juni 2016
Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.
Baca SelengkapnyaDisahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik
5 Juni 2016
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaUndang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS
2 Juni 2016
PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.
Baca SelengkapnyaDPR Sahkan Undang-Undang Pilkada
2 Juni 2016
DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.
Baca Selengkapnya