Kasus Korupsi Menara, Dirut BJB Masih Saksi
Selasa, 27 Agustus 2013 19:41 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Direktur Utama Bank Jabar Banten Bien Subiantoro akhirnya meninggalkan Gedung Kejati Jawa Barat setelah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung selama 9 jam. Bien mulai diperiksa sekitar pukul 09.30 pagi terkait kasus dugaan korupsi pembelian Gedung Tower BJB di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, dan baru keluar gedung sekitar pukul 18.45.
"Saya diperiksa sebagai saksi, untuk kasus (pembelian) gedung (T-Tower BJB)," kata Bien saat keluar dari ruang pemeriksaan di ruang rapat pidana khusus Kejati Jawa Barat, Selasa malam 27 Agustus 2013.
Namu pria berkacamata ini emoh menjawab saat ditanya beberapa kali ihwal materi perkara pemeriksaan. Saat ditanya soal harga tanah BJB Tower yang dinilai jauh lebih tinggi dari harga pasar, ia mengelak,"Wah, kalau soal materi perkara saya nggak bisa jawab. Tanya penyidik saja,"kata dia.
Selain Bien, penyidik juga memeriksa eks Komisaris dan mantan Direktur Utama Bank Jabar Agus Ruswendi. Dia cuma diperiksa sekitar satu jam. Agus masuk ruang pemeriksaan sekitar pukul 13.00 dan keluar sekitar pukul 14.00
"Saya diperiksa sebagai saksi untuk kasus Menara," kata dia usai diperiksa. Agus menolak menjelaskan apakah pembelian Gedung T-Tower BJB itu merupakan keputusan direksi yang sudah disetujui komisaris.
"Kalau rencana pembelian memang sudah ada sejak dulu. Terakhir itu nilainya Rp 550 miliar. Tapi sebagai komisaris, saya hanya ditanya soal kebijakan saja,"kata Agus lagi.
Sementara itu pimpinan tim penyidik Kejaksaan Agung, Iwan Catur, mengatakan, hari ini timnya memang hanya memeriksa Bien dan Agus. "Kemarin kami periksa tiga orang dari BJB,"kata dia di ruangan penyidik pidana khusus.
Terkait kasus ini penyidik sudah menetapkan dua tersangka yakni petinggi BJB dan rekanan PT Comradindo. Kasus ini bermula ketika manajemen Bank BJB setuju membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta. Tim BJB lantas bernegosiasi dengan Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan Kaveling 93.
Setelah menggelar beberapa kali pertemuan, tim negosiasi menyepakati harga pembelian tanah sebesar Rp 543,4 miliar. Rapat direksi kemudian setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012. Sisanya, dicicil senilai Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.
Namun kemudian ditemukan sejumlah kejanggalan dalam transaksi tersebut. Misalnya, status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar, hingga pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan.
ERICK P. HARDI
Topik Terhangat:
Rupiah Loyo | Konser Metallica | Suap SKK Migas | Konvensi Partai Demokrat | Pilkada Jatim
Berita Terpopuler:
Konvoi Jeep Mewah FPI Menuai Kritik di Twitter
Lurah Susan : Saya Hanya Menjalankan SK Gubernur
15 Menit Sebelum Menhan AS Tiba, Merah Putih Jatuh
Pelat Jeep B 1 LPI Rizieq Tercatat di Polisi
Roy Suryo: Foto Instagram Ani SBY Asli