Korupsi Makam, Begini Dakwaan Ketua DPRD Bogor
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Jumat, 19 Juli 2013 07:57 WIB
TEMPO.CO, Bandung -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung mulai menyidangkan mantan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher sebagai terdakwa kasus suap terkait pengurusan izin lokasi tempat pemakaman di Kecamatan Tanjungsari, Kamis, 18 Juli 2013. Selain dia, juga disidangkan dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, Usep Jumeno dan Listo Welly.
Jaksa penuntut mendakwa, Djuher, tahu bahwa hadiah uang Rp 115 juta dan Rp 600 juta dari PT Garindo Perkasa itu diberikan agar terdakwa merekomendasikan pengurusan penerbitan izin lokasi tempat pemakaman bukan umum (TPBU) seluas 1 juta meter persegi di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Bogor.
"Sekalipun penerbitan izin lokasi TPBU itu bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor tentang Rencana Tata Ruang 2005-2025 serta kewajiban terdakwa, sebagai Ketua DPRD, untuk tidak korupsi," ujar jaksa penuntut Ely Kusumastuti dari komisi antikorupsi saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis, 18 Juli 2013.
Ely juga, antara lain, menuturkan kasus berawal dari rencana Direktur Utama PT Garindo Sentot Susilo membangun TPBU di Antajaya pada akhir 2011. Untuk itu PT Garindo menyiapkan total duit Rp 7 miliar. Susilo juga meminta bawahannya, Nana Supriyatna, untuk mengurus perizinan lokasi pembangunan TPBU.
Nana kemudian meminta bantuan kenalannya, Usep Jumeno, pegawai negeri di Kabupaten Bogor. Setelah gagal menempuh prosedur resmi, pada Agustus 2012, utusan PT Garindo, Usep Jumeno, menemui Listo Welly, orang dekat Djuher, dengan iming-iming suap Rp 400 juta. Tujuannya agar Welly menyampaikan permintaan bantuan serta dana yang disediakan PT Garindo kepada Djuher.
Selanjutnya, pada September 2012, di rest area Sentul, bos PT Garindo memberikan duit Rp 250 juta dalam tiga tahap kepada Usep dan Welly. Duit itu untuk pengurusan surat-surat syarat perizinan dari lima instansi terkait, yakni Bappeda dan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor, serta PT Perhutani dan Badan Pertanahan Nasional.
Tapi dana ini lalu dibagi. Djuher mendapatkan Rp 115 juta, Usep Rp 5 juta, Welly Rp 125 juta, dan Direktur PT Garindo Nana Supriyatna Rp 5 juta. Lalu, dengan pengaruhnya, Djuher pun menelepon para pimpinan dan staf di lima instansi terkait untuk membantu pengurusan izin PT Garindo. Disusul Welly dan Nana yang memberi para pejabat tersebut duit pelicin.
Dan akhirnya pada bulan 15 April 2013, Djuher berhasil mengantongi izin lokasi PT Garindo yang sudah diteken Bupati Bogor Rachmat Yasin. Namun sial, saat baru serah-terima duit "upah" Rp 800 juta, termasuk jatah Djuher Rp 600 juta, Usep, Welly, Nana, dan bos besar PT Garindo Sentot Susilo tertangkap basah.
"Setelah menerima uang Rp 800 juta, Usep duduk di kursi depan mobil Nana dan menaruh tas berisi uang di bawah kaki. Kemudian datang petugas dari KPK mencabut kunci mobil," kata Ely. Buntutnya, Usep, Welly, Sentot, dan Nana dibawa ke kantor komisi antirasuh dan "menyanyi" tentang aksi Djuher.
Atas dakwaan jaksa penuntut, para terdakwa dan penasihat hukum menyatakan tak akan mengajukan keberatan atau eksepsi. "Secara formal, dakwaan jaksa tak ada yang perlu disanggah. Kami ingin segera sidang langsung memeriksa materi perkara, sampai sejauh mana dakwaan jaksa itu betul," ujar penasihat hukum Djuher, Gunara, seusai sidang.
ERICK P. HARDI
Terhangat:
Bisnis Yusuf Mansyur | Aksi Liverpool di GBK | Bentrok FPI
Terpopuler:
Bentrok dengan Warga, FPI Dikepung di Masjid
Ansor: Berlagak Jagoan, Warga Lawan FPI
7 Bisnis Spektakuler Incaran Yusuf Mansur
Begini Kronologi Bentrok FPI di Kendal