TEMPO Interaktif, Bandung: Bertepatan dengan hari ulang tahun TNI ke-59, sejumlah mahasiswa di berbagai kota menggelar unjuk rasa, Selasa (5/10). Mereka menentang segala bentuk militerisme dan menolak diberlakukannya Undang-undang TNI. Aksi ini terjadi di Bandung, Malang, dan Jember.Di Bandung, pengunjuk berasal dari beberapa elemen yang tergabung dalam Barisan Oposisi Bersatu. Mereka menggelar aksi sekitar pukul 11.00 di depan Gedung Sate Jalan Diponegoro Bandung. Dalam aksi itu merekamenyoroti substansi Undang-undang TNI yang memperkuat militerisme di Indonesia.Menurut Bayu, salah seorang pengunjuk rasa, banyak pasal dalam undang-undang ini yang dapat mengukuhkandominasi militer atas masyarakat sipil. "Coba kita lihat Pasal 1 dan 2 yang diperkuat pasal 7, 8 dan 9.Pasal-pasal ini penuh dengan kontradiksi dan multiinterpretatif antara doktrin tentara rakyat dengan kehendak menjadi tentara profesional," ujarnya.Selain menolak Undang-undang TNI, para mahasiswa juga menolak segala bentuk kekerasan yang masih dilakukantentara terhadap masyarakat sipil. Di Malang, unjuk rasa dilakukan oleh elemen organisasi mahasiswa yang tergabung di dalam Front Perjuangan Rakyat Miskin (FPRM) dan Aliansi Bersama. Para mahasiswa menuntut agar DPRD dan Pemerintah segera mencabut Undang-Undang TNI karena dianggap sebagai alat untuk menindas rakyat. "Undang-Undang TNI adalah alat legitimasi para jenderal untuk kembali menindas rakyat," kata Koordinator Aksi FPRM, Amin zakaria. Aksi dimulai FPRM dimulai di halaman Stadion Gajayana Malang, sedangkan aksi Aliansi Bersama dimulai dari depan Stasiun Kota Malang. Kedua elemen tersebut kemudian bersama-sama menuju ke Gedung DPRD Kota Halaman. Di halaman gedung DPRD, mahasiswa melakukan orasi dan membakar puluhan keranda yang melambangkan kematian demokrasi dan berbagai tindakan penindasan terhadap rakyat. Di Jember, sekitar 200 orang mahasiswa dari empat elemen mahasiswa Jember menggelar demonstrasi. Para demonstran yang datang terpisah itu melakukan longmarch dan bertemu di bunderan Jalan Kalimantan, depan kantor DPRD setempat. Mereka datang dengan beragam atribut yang berbeda yakni kelompok Liga Mahasiswa Nasional Demokrat, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Ikatana Mahasiswa Muhammadiyah, dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia Jember. Mereka mengusung sejumlah poster berisi penolakan terhadap UU TNI serta meminta penyitaan aset-aset TNI, jenderal dan mantan jenderal, dan yayasan TNI karena dianggap selama ini hanya menguras potensi negara.Rana AF., Bibin B., Mahbub Dj. dan Supriyanto - Tempo
Andreas Pareira, anggota komisi I DPR RI, mengatakan bahwa RUU Peradilan Militer disusun untuk mendukung reformasi TNI. "Sebaiknya prajurit TNI tidak meminta hal yang berlebihan," ujarnya.
Panitia khusus DPR untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Militer meminta masukan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Pansus, meminta draft RUU tandingan yang terinci pasal per pasal.
Di masa transisi seperti sekarang, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Ermaya Suryadinata memandang TNI belum bisa ditempatkan dibawah Dephan.