TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan seblum pemerintah membuat RUU Batas Negara sebaiknya menyelesaikan dahulu seluruh perundingan mengenai batas wilayah dengan negara tetangga. "Baik itu batas negara, batas laut, batas wilayah dan batas Zona Ekonomi Eksklusif. Setelah itu baru dikukuhkan dalam suatu undang-undang," katanya pada wartawan seusai buka puasa di Jakarta, Selasa (18/11). Ia menjelaskan, selayaknya batas negara merupakan hasil ketetapan berdasarkan perundingan antara dua negara yang berbatasan. "Lain halnya dengan batas laut sebelah barat Sumatera," katanya. Batas tersebut merupakan landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif yang tidak berbatasan langsung dengan negara lain. Namun, lanjutnya itu pun masyarakat internasional dapat diperbolehkan menyatakan keberatan jika penetapan tersebut tidak sesuai dengan konvensi hukum laut internasional. Hasan juga menegaskan penyusunan RUU batas negara tidak ada hubungannya dengan keberadaan pulau-pulau terluar Indonesia yang rawan lepas. "Sesuai dengan konvensi hukum laut internasional 1982, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan dengan batas diukur dari titik-titik pulau terluar Indonesia," katanya.Ia juga menambahkan hingga saat ini tidak ada pulau Indonesia yang menjadi sengketa selain Sipadan-Ligitan, termasuk Pulau Mianggas yang letaknya sangat berdekatan dengan Filipina. Poernomo G. Ridho - Tempo News Room