Guru Besar dan Sivitas Akademika Ramai Kritik Jokowi, Mengingatkan Pesan Bung Hatta untuk Kaum Intelegensia

Jumat, 9 Februari 2024 15:40 WIB

Bung Hatta atau Mohammad Hatta. Wikipedia

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun dua pekan terakhir, ramai kalangan intelektual dari kampus, gurubesar dan sivitas akademika mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Beragam protes dilayangkan lantaran Jokowi dinilai telah keluar dari nilai-nilai demokrasi. Gerakan tersebut meluas dan diikuti berbagai perwakilan kampus seperti guru besar, dosen dan mahasiswa.

Upaya kalangan akademisi itu membawa ingatan tentang petuah Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta alias Bung Hatta soal tanggung jawab kaum intelegensia. Dalam pidatonya bertajuk Tanggung Jawab Moral Kaum Inteligensia, Bapak Koperasi itu banyak meninggalkan pesan untuk kaum-kaum terdidik.

Monolog itu Bung Hatta sampaikan saat Hari Alumni I Universitas Indonesia pada 11 Juni 1957. Meski usai syarah tersebut sudah genap 66 tahun, tapi isinya tak lekang oleh zaman. Apa yang disampaikan Tokoh Proklamator 17 Agustus 1945 tersebut masih relevan meski diutarakan setengah abad lebih silam.

Menurut Bung Hatta perkembangan kehidupan banyak diatur menurut plan. Kondisi ini menghendaki pimpinan berdasarkan pengetahuan yang kebanyakan hanya terdapat pada kaum intelegensia atau kalangan terdidik. Oleh karena itu, pertanggungjawaban kaum intelegensia dalam hidup kemasyarakatan di masa datang akan bertambah besar.

“Bukan saja pembangunan ekonomi diatur dan diperhitungkan menurut rencana, tetapi juga tindakan demokrasi politik. Ini menghendaki adanya pimpinan politik yang berjiwa besar dan bermoral tinggi,” kata Bung Hatta.

Advertising
Advertising

Bung Hatta mengatakan kaum inteligensia Indonesia mempunyai tradisi yang baik dalam menentukan nasib bangsa. Saat Indonesia masih berselimut kegelapan di masa penjajahan, kaum terpelajarlah yang membuka mata rakyat bahwa mereka berhak atas hidup sebagai bangsa yang merdeka. Berkat kaum intelegensia, Indonesia bisa lepas dari penjajahan.

“Pergerakan politik yang pertama kali menuntut Indonesia lepas dari Belanda, dipimpin oleh tiga orang dari kaum terpelajar pula. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo, dan Suwardi Surjaningrat,” kata Proklamator itu.

Bung Hatta lalu berpesan kepada kaum intelegensia, supaya mereka meneruskan tradisi yang gilang gemilang kaum inteligensia terdahulu. Bila kerja kaum intelegensi dahulu adalah merobohkan kekuasaan Hindia Belanda, pekerjaan kaum intelegensi sekarang membangun Indonesia yang adil dan makmur.

“Pokok kemauan dan keberanian itu terletak pada cinta akan kebenaran dan keadilan, sebagai pembawaan orang berilmu cinta akan suatu cita-cita besar yang menjadi penyuluh harapan bangsa,” kata Bung Hatta.

Bagi Bung Hatta, manusia di era “sekarang” adalah bibit di masa mendatang. Menurutnya, memperbaiki kerusakan di era sekarang akan menjamin kesejahteraan bagi generasi yang akan datang. Sebab, kata Bung Hatta, angkatan sekarang memiliki hubungan timbal-balik tanggung jawab kepada angkatan “masa lalu” serta angkatan “yang akan datang”.

Sebagai penerus generasi masa lalu, generasi sekarang harus mewarisi tanah pusaka bangsa kepada generasi mendatang dalam keadaan lebih baik. Sehingga generasi masa mendatang dapat meneruskan pemeliharaan Tanah Air sebagai pusaka bangsa. Demikian pula generasi mendatang yang bakal menjadi generasi “sekarang” berikutnya, juga memiliki kewajiban yang sama.

Pesan Bung Hatta ini bersifat untemporary alias tak terbatas waktu. Meskipun pidato ini diungkapkan puluhan tahun silam, tetapi maksud dan tujuannya dapat disampaikan kepada generasi-generasi setelahnya. Bagi Bung Hatta, penting setiap generasi selalu menjaga Tanah Air untuk generasi setelahnya. Sebab kebaikan atau kerusakan di suatu generasi akan mempengaruhi generasi berikutnya.

“Manusia sekarang adalah bibit bagi masa datang. Hanya dengan memperbaiki yang rusak itu di waktu sekarang, juga dapat dijamin pertumbuhan masyarakat yang sehat ke dalam masa yang akan datang,” ujar Bung Hatta.

Pilihan Editor: Kampus Terus Bergerak Kritik Jokowi, Pengamat Politik: Bentuk Kemarahan, Pilpres yang Dinilai Tanpa Etika dan Ugal-ugalan

Berita terkait

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

1 jam lalu

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

Sespri Iriana Sendi Fardiansyah melakukan sejumlah upaya dalam mempersiapkan diri maju dalam pemilihan wali kota Bogor. Begini kisahnya

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

1 jam lalu

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

Mantan Komisioner KPK Busyro Muqoddas mendesak Pansel KPK tahun ini tidak sepenuhnya ditunjuk Jokowi

Baca Selengkapnya

Sejumlah Kasus Kematian di Kampus Akibat Penganiayaan, Terakhir Taruna di STIP Jakarta

2 jam lalu

Sejumlah Kasus Kematian di Kampus Akibat Penganiayaan, Terakhir Taruna di STIP Jakarta

Mahasiswa STIP Jakarta bernama Putu Satria Rastika dinyatakan meninggal setelah dianiaya seniornya. Ini bukan kejadian pertama kematian di kampus.

Baca Selengkapnya

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaanya di Bidang Legislatif

2 jam lalu

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaanya di Bidang Legislatif

Presiden Indonesia ikut dalam semua aktivitas legislasi mulai dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, persetujuan hingga pengundangan.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

3 jam lalu

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

Staf Khusus Menteri Keuangan mengatakan Jokowi sudah memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkomunikasi dengan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

3 jam lalu

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

Untuk tahun pertama Kementerian Kesehatan menyediakan 38 kursi PPDS, namun Jokowi minta kuotanya ditambah.

Baca Selengkapnya

Syarat Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden di Kantor atau Instansi, Wajibkah?

4 jam lalu

Syarat Pemasangan Foto Presiden dan Wakil Presiden di Kantor atau Instansi, Wajibkah?

PDIP memberi klarifikasi mengapa tak ada foto Jokowi di kantor DPD PDIP Sumatera Utara. Wajibkah pemasangan foto presiden dan wakil presiden?

Baca Selengkapnya

Rektor Unri Laporkan Mahasiswanya ke Polda Riau, Apa Kata Sivitas Akademika?

5 jam lalu

Rektor Unri Laporkan Mahasiswanya ke Polda Riau, Apa Kata Sivitas Akademika?

Khariq Anhar, Mahasiswa Universitas Riau atau UNRI dilaporkan Rektor Sri Indarti ke Polda Riau, dengan pasal UU ITE.

Baca Selengkapnya

Lapangan Upacara 17 Agustus di IKN Rumputnya Berstandar FIFA

5 jam lalu

Lapangan Upacara 17 Agustus di IKN Rumputnya Berstandar FIFA

Selain menargetkan upacara HUT Kemerdekaan di IKN, Jokowi berencana mulai berkantor di ibu kota baru mulai Juli mandating

Baca Selengkapnya

Sivitas Akademika Universitas Andalas Gelar Aksi Bela Palestina: Unand Student For Justice In Palestine

5 jam lalu

Sivitas Akademika Universitas Andalas Gelar Aksi Bela Palestina: Unand Student For Justice In Palestine

Setelah puluhan kampus di Amerika, kini sivitas akademika Universitas Andalas (Unand) gelar aksi bela Palestina dengan tema Unand Student For Justice.

Baca Selengkapnya