Asosiasi Antropologi Indonesia: Kawal Etika Capres dan Tagih Janji Pelanggaran HAM Berat

Reporter

Yuni Rohmawati

Editor

Devy Ernis

Jumat, 9 Februari 2024 14:37 WIB

Di Rumah Bung Hatta, Masyarakat Antropologi Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Forum Kajian Antropologi (FKAI), Asosiasi Dapartemen dan Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia (ADJASI) dan Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) menyerukan keprihatinan atas situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini. Jumat, 9 Febuari 2024. TEMPO/Yuni Rahmawati

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antropologi Indonesia menyampaikan seruan dalam persoalan carut-marut kondisi demokrasi saat ini. Seruan itu dibacakan oleh Ketua Umum Asosiasi Antropologi Indonesia atau AAI Suraya Afif di Rumah Bung Hatta pada Jumat, 9 Febuari 2024.

Suraya mengatakan, masyarakat perlu bersikap kritis dan terus mengawal nilai-nilai etik dan moral para calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif agar pemilihan umum atau Pemilu 2024 berlangsung secara jujur dan adil.

"Presiden, pada pejabat, serta calon wakil rakyat harus menjadi suri tauladan dengan mengaktifkan nilai-nilai kejujuran dan kepatuhan yang menjunjung tinggi moral luhur dalam demokrasi. Bukan justru menimbulkan kerancuan dan kebingungan," kata Suraya.

Ia menyerukan semua pihak termasuk calon pemimpin di negeri ini agar kembali kepada jati diri sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung etika dan moral dalam berpolitik. "Kita tidak boleh lupa dengan cita-cita reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah, air mata, dan nyawa," kata dia.

Suraya mengatakan, para martir reformasi tidak boleh mati sia-sia dalam perjuangannya memperjuangkan Indonesia. Sebab, kata Suraya, masyarakat harus menagih utang untuk mengadili para pelanggar hak asasi manusia atau HAM berat masa lalu.

Advertising
Advertising

"Kita juga harus menagih pertanggungjawaban mereka yang telah membunuh dan menghilangkan jasad para pejuang reformasi," katanya.

Dia juga mengatakan, politik seharusnya tidak hanya dilihat sekadar ajang untuk meraih kekuasaan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan karakter bangsa.

Sebelumnya, Masyarakat Antropologi Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Forum Kajian Antropologi (FKAI), Asosiasi Dapartemen dan Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia (ADJASI) dan Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) juga menyerukan keprihatinan atas situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini.

Dalam seruan itu, Direktur Utama FKAI Mulyawan Karim menyampaikan, berkumpulnya Antropolog bukan kali pertama. Namun kali ini, Antropolog kembali berkumpul untuk menyuarakan kondisi politik dan negara yang saat ini sedang memprihatinkan.

"Kami sengaja berkumpul di Rumah Bung Hatta, karena kami nilai sebagai sosok pemimpin dan negarawan pemberi tauladan bagaimana caranya berpolitik dengan santun, bermartabat, dan rendah hati dan tidak melihat kekuasaan dan jabatan sebagai sesuatu yang dapat digunakan secara semena-mena," kata Mulyawan di Rumah Bung Hatta pada Jumat, 9 Febuari 2024.

Mulyawan mewakili Masyarakat Antropologi Indonesia menilai, pembelajaran dan keteladanan yang berkenaan dengan nilai-nilai yang diberikan oleh tokoh bangsa termasuk Bung Hatta telah hilang. "Sayang, semua yang telah diberikan oleh Bung Karno dan tokoh pendiri bangsa ini, kini sepertinya telah sirna," kata Mulyawan.

Maka, hari ini Mulyawan menyatakan untuk berkumpul bersama antropolog untuk menyuarakan keprihatinan. Setidaknya ada 10 poin seruan keprihatinan yang disampaikan oleh Masyarakat Antropologi Indonesia.

1. Prihatin dengan lunturnya etika, moral, nilai kejujuran dan integritas berbangsa dan bernegara yang seyogyanya dijunjung tinggi.

2. Prihatin melihat munculnya praktik yang menormalkan politik kekerabatan dengan memanipulasi peraturan perundangan yang merusak nilai-nilai dasar demokrasi.

3. Prihatin akan banyaknya elite politik yang meredukasi demokrasi, hanya sebatas strategi politik yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara.

4. Prihatin atas perilaku politik transaksional uang dalam meraih kekuasaan.

5. Prihatin akan terjadinya manipulasi aturan-aturan hukum sebatas untuk memperoleh kekuasaan.

6. Prihatin dan gusar atas terjadinya berbagai tindakan yang melegitimasi penyalahgunaan sumberdaya negara, termasuk bantuan sosial untuk mendulang suara dalam pemilihan umum.

7. Prihatin dan gusar atas terjadinya pelemahan secara sistematis lembaga-lembaga negara demo berbagai kepentingan politik kelompok tertentu.

8. Prihatin dengan adanya usaha-usaha melegitimasi politik uang, yang dipraktikkan secara vulgat tanpa malu-malu.

9. Prihatin atas adanya kenyataan bahwa korupsi malah dijadikan alat dan strategi untuk meraih kekuasaan.

10. Prihatin menyaksikan hilangnya budaya malu yang dooertontonkan oleh sebagian elite politik dan meluasnya budaya arogansi dalam praktek penyelenggaraan kekuasaan dan demokrasi.

Pilihan Editor: Koalisi Perempuan Sebut Demokrasi Kacau dan Pemerintah Jokowi Diskriminatif

Berita terkait

Dari UKT Kampus Negeri sampai Walhi Kritik Pidato Jokowi di Top 3 Tekno

1 jam lalu

Dari UKT Kampus Negeri sampai Walhi Kritik Pidato Jokowi di Top 3 Tekno

Top 3 Tekno Berita Terkini pada Rabu pagi ini, 22 Mei 2024, dipuncaki berita terpopuler kemarin yang isinya antara lain tentang UKT melambung.

Baca Selengkapnya

Diskusi Soal Pembentukan Pansel KPK dengan KSP, ICW dan PSHK Sampaikan 3 Hal Ini

3 jam lalu

Diskusi Soal Pembentukan Pansel KPK dengan KSP, ICW dan PSHK Sampaikan 3 Hal Ini

ICW menilai pembentukan Pansel KPK krusial bagi Presiden Jokowi karena ini peluang terakhir menyelamatkan KPK.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ajak Pemimpin Dunia Perkuat Pasokan Air untuk Petani

11 jam lalu

Jokowi Ajak Pemimpin Dunia Perkuat Pasokan Air untuk Petani

Prediksi menyebut pada 2050 sebanyak 500 juta petani kecil sebagai penyumbang 80 persen pangan dunia diprediksi akan mengalami kekeringan.

Baca Selengkapnya

Kedutaan Besar Iran Sebut Presiden Iran Ebrahim Raisi Wafat 3 Hari Sebelum ke Indonesia

11 jam lalu

Kedutaan Besar Iran Sebut Presiden Iran Ebrahim Raisi Wafat 3 Hari Sebelum ke Indonesia

Kedutaan Besar Iran menyebut Presiden Iran Ebrahim Raisi wafat 3 hari sebelum kunjungan yang direncanakan ke Indonesia pada 23-24 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Koalisi Antikorupsi Desak Jokowi Bentuk Pansel KPK yang Minim Konflik Kepentingan

13 jam lalu

Koalisi Antikorupsi Desak Jokowi Bentuk Pansel KPK yang Minim Konflik Kepentingan

Pembentukan Pansel KPK yang objektif dianggap akan mempertaruhkan keberhasilan kinerja Pimpinan dan Dewas KPK pada masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Anggaran Program Lansia dan Disabilitas Era Jokowi Ditangguhkan untuk Beri Ruang Program Prabowo

14 jam lalu

Anggaran Program Lansia dan Disabilitas Era Jokowi Ditangguhkan untuk Beri Ruang Program Prabowo

Kedua program Jokowi itu adalah program permakanan untuk lansia dan penyandang disabilitas. Anggaran yang ditangguhkan Rp 1,2 triliun.

Baca Selengkapnya

Respons Pimpinan Dunia Terhadap Tragedi Tewasnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

14 jam lalu

Respons Pimpinan Dunia Terhadap Tragedi Tewasnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Presiden Iran Ebrahim Raisi meninggal dalam kecelakaan helikopter yang ditumpanginya pada Ahad, 19 Mei 2024. Ini respons sejumlah pemimpin dunia.

Baca Selengkapnya

Nasib Prabowo Subianto Setelah Soeharto Lengser, Surat DKP Hentikan Karier Militernya

15 jam lalu

Nasib Prabowo Subianto Setelah Soeharto Lengser, Surat DKP Hentikan Karier Militernya

Soeharto lengser pada Kamis, 21 Mei 1998 berpengaruh besar terhadap karier militer menantunya dulu, Prabowo yang kini presiden terpilih Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Masuk Dalam Bursa Bakal Calon Pansel KPK, Bayu Dwi: Serahkan kepada Presiden

15 jam lalu

Masuk Dalam Bursa Bakal Calon Pansel KPK, Bayu Dwi: Serahkan kepada Presiden

Bayu tak menampik namanya masuk dalam daftar calon pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Peringati 26 Tahun Reformasi, Aktivis Singgung Kemunduran Demokrasi

17 jam lalu

Peringati 26 Tahun Reformasi, Aktivis Singgung Kemunduran Demokrasi

Aktivis menyebut situasi demokrasi pasca reformasi Indonesia semakin memburuk, bahkan berada dalam posisi yang disebut sebagai demokrasi yang cacat.

Baca Selengkapnya