Jimly Asshiddiqie Ditunjuk Jadi Anggota MKMK, PVRI: Dia Berpotensi Punya Konflik Kepentingan
Reporter
Magang KJI
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 24 Oktober 2023 09:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Anwar Usman cs pada Senin, 23 Oktober 2023. Namun, Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI) Yansen Dinata meragukan integritas anggota MKMK tersebut.
Yansen berujar komposisi keanggotaan majelis etik MK saat ini berpotensi memiliki konflik kepentingan. Salah satunya dengan keberadaan nama mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie yang merupakan pendukung bacapres Prabowo Subianto di dalamnya.
"Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimmly mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024," kata Yansen melalui keterangan tertulis pada Senin, 23 Oktober 2023. Bahkan, Yansen mengatakan anak Jimly, yaitu Robby Ashiddiqie, juga merupakan calon legislator dari Partai Gerindra pimpinan Prabowo.
Diketahui, Prabowo Subianto saat ini berencana mengikuti Pilpres 2024 bersama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sebagai cawapresnya. Gibran, yang juga putra Presiden Joko Widodo alias Jokowi, baru bisa menjadi cawapres menyusul putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terhadap batas usia minimal 40 tahun untuk capres-cawapres pada 16 Oktober 2023 lalu.
Keputusan tersebut merupakan alasan MK membentuk majelis etik untuk menelusuri dugaan pelanggaran kode etik oleh para hakim. Pasalnya, Ketua MK Anwar Usman yang memutus gugatan itu merupakan ipar dari Jokowi sekaligus paman Gibran.
Akan tetapi, Yansen mengatakan komposisi anggota MKMK yang baru dibentuk tidak dalam kondisi ideal untuk memberi keputusan sengketa terkait aturan Pemilu. "Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” ucap Yansen.
Yansen mengatakan, Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara. Hal tersebut, kata Yansen, terhambat dengan keberadaan seorang partisan dalam majelis etik MK. Menurutnya, hal ini menambah daftar pelemahan kredibilitas MK sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Ia pun berujar MK berpotensi memicu konflik politik serius dalam Pemilu 2024. Apalagi jika pihak yang mengawasi proses politik tersebut tidak dapat bekerja secara independen. “Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti. Ini juga merupakan bentuk pewajaran praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata dia.
SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Pengamat Khawatir Pembentukan MKMK Hanya untuk Melegitimasi Pelanggaran Etik Hakim MK