26 Tahun Raib Setelah Jadi Korban Penculikan, Dedi Hamdun Masih Dinanti Istri
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 3 Agustus 2023 08:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Laila Hilaby masih menunggu Dedi Hamdun pulang. Pintu rumah mereka tetap terbuka: mungkin suatu hari Dedi Hamdun pulang.
Padahal bekas rumah mewah itu sempat bobrok tanpa plafon. Bahkan, keluarga itu pernah tinggal tanpa listrik dua tahun dan mengungsi ke tetangga. Namun rumah tua di Jalan Kebon Nanas Selatan II itu mesti ada. Sebab, Laila takut suaminya tidak bisa menemukannya dan anak-anak jika rumah berpindah tangan.
Selama 26 tahun Dedi Hamdun hilang nihil kabar. Laila tetap berharap dipertemukan. Kali ini ia mempertaruhkan harapan kepada Presiden Joko Widodo.
“Kalau bertemu Pak Jokowi mau disampaikan bagaimana ceritanya, masa manusia bisa dihilangkan begitu saja? Enggak mungkin kan,” kata Laila saat ditemui Tempo di rumahnya, Senin, 31 Juli 2023.
Laila masih mengharap Jokowi bisa memberikan kejelasan tentang status suaminya yang hilang pada 29 Mei 1997. Ia tiba-tiba lenyap bersama 13 orang lain beberapa jam setelah Pemilu 1997. Dedi Hamdun tidak pernah kembali ketika pergi ke rumah sakit.
Laila tidak mengerti kenapa suaminya bisa menghilang. Sebab, menurut sepengetahuannya, suaminya tidak memiliki masalah dengan keluarga penguasa saat itu.
Aset kekayaan dirampas
Nelangsa Laila dan lima anaknya tidak berhenti pada hilangnya Dedi Hamdun. Setelah raib, aset mereka hilang satu demi satu. Laila mengatakan puluhan mobil yang terparkir di depan rumah satu per satu dicokol orang. Mereka mengaku hendak memakai mobil untuk menyusul Dedi Hamdun. Tidak ada satu pun yang kembali. Selain kendaraan, sejumlah aset tanah terampas. Salah satunya adalah aset tanah perusahaan seluas 135 hektar di Jawa Barat.
“Aset bisa hilang karena pemerintah tidak menjaga keluarga korban. Waktu itu banyak orang berseliweran. Ya banyak ‘dibohongilah’,” kata Hasan Alhabshy, keponakan Dedi Hamdun.
Hasan mengatakan keluarga Dedi Hamdun telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 31 Juli lalu. Keluarga meminta untuk audiensi dengan Presiden Jokowi soal Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
Helmi, keponakan lain Dedi Hamdun, mengatakan keluarga sebetulnya membutuhkan kepastian apakah pamannya masih hidup atau tidak. Sebab jika masih hidup keluarga tidak pernah melihat badannya. Pun jika meninggal, keluarga tidak pernah menemukan mayatnya. Keluarga sejatinya berupaya menerima keadaan.
“Namun semenjak kehilangan beliau ini banyak hal terjadi, mulai dari sekolah yang putus, kehidupan ekonomi morat-marit, sampai sang istri keluar masuk rumah sakit. Apa yang pemerintah bisa tanggulangi?” kata Helmi.
Anak ketiga Dedi, Hakim Hamdun, berharap pemerintah bisa memulihkan kehidupan keluarga Dedi Hamdun yang terampas. Hakim, yang bekerja serabutan sejak kehilangan ayahnya, berharap audiensi dengan Jokowi bisa mengembalikan hak-hak keluarganya yang terampas. Pasalnya, sejak kejadian tersebut, ibunya dan saudara-saudaranya terpaksa minum obat penenang untuk mengekang trauma.
Selanjutnya: hidup dalam keterpurukan
<!--more-->
Hakim dan kakaknya pulang ke Jakarta buntut kerusuhan Ambon. Namun ia dan saudaranya terpaksa putus sekolah di Jakarta karena keterbatasan biaya. Hakim Hamdun, yang kini sudah menikah, berharap beberapa program pemerintah yang sudah tak bisa dipakainya, bisa dirasakan atau dialihkan untuk cucu Dedi Hamdun seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Keluarga juga berharap pemulihan hak bahkan kompensasi yang dijanjikan oleh pemerintah.
Laila mengatakan hanya memiliki permintaan sederhana jika bertemu dengan Jokowi, dipertemukan kembali dengan suaminya atau mendapat bantuan dari pemerintah untuk menyokong hidup keluarganya.
“Kalau memang tidak bisa dipertemukan, kita minta ditanggulangi kebutuhan saya dan anak-anak,” kata Laila.
Menurut Hasan, selama 26 tahun kasus ini berjalan tidak pernah ada satupun perwakilan pemerintah yang mendatangi kediaman Dedi Hamdun atau memberikan bantuan. Ia mengatakan keluarga Dedi Hamdun adalah yang paling terdampak secara psikologis dan trauma bertahun-tahun sampai depresi, hingga terus-menerus mengkonsumsi obat penenang.
“Mereka dipaksa bertahan hidup dalam kondisi terpuruk dan berjuang dengan segala cara tanpa perhatian dari pemerintah,” kata Hasan.
Hasan mengungkapkan saat ini baru Hakim Hamdun yang menerima Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM) dari Komisi Nasional HAM. SKKPHAM Hakim Hamdun baru keluar Juni tahun ini. SKKPHAM bisa dimanfaatkan korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan layanan-layanan sosial maupun medis yang dapat diakses dari lembaga-lembaga seperti LPSK, maupun lembaga pemerintah terkait yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan sosial.
“Sedangkan SKKPHAM anak Dedi Hamdun yang lain dan istrinya masih proses,” kata Hasan.
Pilihan Editor: Keluarga Dedi Hamdun Korban Penculikan 1997 Hidup Memprihatinkan