Ramai-ramai Merespons Putusan Pemilu 2024 Ditunda: dari Eks Ketua MK, Parpol hingga Mahfud MD
Reporter
Danar Trivasya Fikri
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 5 Maret 2023 07:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Putusan Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat untuk memerintahkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU menunda pemilu memicu kontroversi. Bagaimanakah pendapat Mantan Hakim, Parpol, Aktivis, hingga Menkopolhukam soal Pemilu 2024 ditunda?
Putusan PN Jakpus Pemilu 2024 Ditunda
Kontroversi dimulai ketika Partai Prima mengajukan gugatan perdata terhadap KPU ke PN Jakarta Pusat setelah dinyatakan tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024. PN Jakarta Pusat pun mengeluarkan putusan perkara tersebut pada Kamis kemarin, 2 Maret 2023.
Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban, memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2024 dalam tahapan verifikasi administrasi. Alhasil, Partai Prima tak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Selain penundaan Pemilu, majelis hakim juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Respons Berbagai Tokoh
Disarikan dari Tempo.co, berikut pendapat berbagai tokoh mulai Hamdan Zoelva hingga Mahfud MD:
1. Hamdan Zoelva
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengaku kaget membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Dalam akun Twitter-nya, Hamdan mempertanyakan kompetensi hakim dalam membuat putusan penundaan Pemilu tersebut,
"Sangat kaget membaca berita hari ini, PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari. Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Jelas bisa salah faham atas objek gugatan" tulis Hamdan melalui akun Twitternya, @hamdanzoelva, pada Kamis, 2 Maret 2023.
Eks Ketua MK itu menambahkan, seharusnya sengketa administrasi pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara untuk sengketa hasil Pemilu merupakan kewenangan MK.
2. Sejumlah Parpol
Putusan kontroversial PN Jakpus ini tidak ketinggalan disorot oleh banyak Partai Politik atau Parpol. Salah satunya datang dari Partai Keadilan Sejahtera atau PKS.
Politikus PKS Mardani Ali Sera mengatakan putusan itu tidak bisa menghalangi KPU melaksanakan tugasnya dan melanjutkan tahapan Pemilu hingga ditunaikan pada 14 Februari 2024.
penyebabnya, menurut Mardani, gugatan Partai Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum alias PMH yang menyatakan partai pimpinan Agus Jabo Priyono ini dirugikan secara perdata. Namun, Mardani menyebut partai lain tidak merasa demikian.
Selain itu, Mardani menyebut surat keputusan yang dikeluarkan KPU mestinya diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, alih-alih PN. Adapun keputusan ihwal Pemilu dilanjutkan atau ditunda, Mardani menyebut kewenangan ini berada di tangan Mahkamah Konstitusi.
Selain itu ada juga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan alias PDI-P yang juga menolak penundaan pemilu 2024.
Melalui Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Megawati mengatakan Mahkamah Konstitusi sudah menolak judicial review terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden. Penundaan Pemilu, kata Mega, mestinya juga jadi rujukan.
Tidak ketinggalan, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali menyebut keputusan itu kebablasan alias kelewat batas.
Musababnya, kata dia, PN tidak punya kewenangan untuk mengadili perkara ini. Toh, jika Partai Prima merasa dirugikan, kata dia, maka mestinya keberatan diajukan kepada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu.
3. Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD pun tidak tinggal diam perihal putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Mahfud pun mengajak KPU mengajukan banding dan melawan habis-habisan secara hukum. "Sebab secara logika hukum, KPU sudah pasti menang. Alasannya, PN tidak berwenang membuat vonis tersebut," kata Mahfud melalui akun Instagram resmi @mohmahfudmd, Kamis, 2 Maret 2023.
Dari segi hukum, Mahfud menjelaskan, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum. Ranahnya pun bukan di PN. Sengketa sebelum pencoblosan—jika terkait proses admintrasi—maka yang memutus harus Bawaslu. Namun jika menyangkut keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa diguat ke PTUN.
4. KPU
KPU akan menempuh upaya banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Idham Holik menyatakan bahwa KPU menolak putusan PN Jakpus.
"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut. KPU tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding” kata Idham pada Kamis lalu.
Dinilai Cacat Hukum
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024 cacat hukum.
"Setiap putusan memang harus dihormati dalam artian jika putusannya tidak mengandung cacat hukum yang fatal dan menyebabkannya menjadi tidak dapat dilaksanakan alias non-executable. Putusan PN Jakarta Pusat jelas mengandung cacat hukum yang mendasar sehingga tidak dapat dilaksanakan," ujar Denny dalam keterangannya, Jumat, 3 Maret 2023.
Denny menyebut kesalahan dan cacat mendasar yang dilakukan majelis hakim adalah memutuskan perkara yang bukan yurisdiksinya alias wilayah hukumnya. Mantan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu menyebut PN Jakarta Pusat menjatuhkan amar yang bukan kewenangannya.
"Setiap pengadillan mempunyai wilayah kerja masing-masing, itu lah yang disebut dengan yurisdiksi, alias kompetensi peradilan. Tidak bisa perkara pidana, disidangkan dalam majelis hukum perdata. Tidak bisa perkara tata usaha negara disidangkan oleh peradilan umum," kata Denny.
Alih-alih melalui Pengadilan Negeri, Denny Indrayana menyebut sengketa proses pemilu yang diajukan Partai Prima seharusnya menjadi kewenangan Bawaslu RI dan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai Undang-Undang Pemilu Pasal 466 – 471.
Pilihan Editor: Isu Pemilu 2024 Ditunda Mencuat Lagi, Ini 5 Tokoh Pewacana Penundaan Pemilu, Luhut Sebut Big Data
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.