Jeroan RUU Sisdiknas: Perbedaan Sisdiknas dan Kurikulum di RUU Sisdiknas
Reporter
Danar Trivasya Fikri
Editor
Dwi Arjanto
Selasa, 30 Agustus 2022 12:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek telah mengunggah naskah teranyar Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional disingkat RUU Sisdiknas. Dalam UU tersebut disinggung mengenai pengertian kurikulum dan Sisdiknas.
Dalam RUU tersebut, kurikulum adalah seperangkat rencana dan panduan yang dirancang untuk menghasilkan pengalaman belajar yang menumbuhkembangkan potensi Pelajar secara holistik dan untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu.
Pengembangan Kurikulum Mengacu Standar Nasional
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Kemudian kurikulum juga disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan berbagai aspek seperti peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan dunia kerja, serta aspek lainnya.
Pendidikan Dasar dan Menengah
Ada beberapa muatan yang wajib ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, antara lain:
- Pendidikan agama
- Kewarganegaraan
- Bahasa
- Matematika
- Ilmu Pengetahuan Alam
- Ilmu Pengetahuan Sosial
- Seni dan Budaya
- Pendidikan Jasmani dan Olahraga
- Keterampilan/Kejuruan, dan
- Muatan Lokal
Pendidikan Tinggi
Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi wajib terdapat muatan berikut:
- Pendidikan agama
- Pendidikan Kewarganegaraan
- Bahasa
Cakupan Sisdiknas
Lain halnya dengan Sisdiknas, Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen Pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional. Hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam naskah RUU Sisdiknas tersebut.
Secara konstitusional, pandangan filosofis yang menjadi dasar Pendidikan Nasional adalah nilai-nilai Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa. Tanpa Pendidikan, manusia tidak mampu memahami hakikat kemanusiaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan mengembalikan manusia kepada jati dirinya sebagai makhluk yang bermartabat dan bernilai mulia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab. Pendidikan diperlukan agar manusia saling menghargai, menyayangi, tidak diskriminatif, dan bermoral, tidak bertindak atas hasil pertimbangan rasional dan naluri semata.
- Persatuan Indonesia. Pendidikan membangun persatuan dengan mengajarkan manusia untuk menghargai perbedaan dan keberagaman dari berbagai suku bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Melalui Pendidikan, manusia belajar bermusyarawah serta mendalami nilai-nilai yang mendasari sistem pemerintahan negara melalui permusyawaratan/perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan diselenggarakan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, pendidikan diselenggarakan secara merata dan bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial, maupun budaya di seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan secara sosiologis, pendidikan merupakan pranata sosial...
<!--more-->
Sedangkan secara sosiologis, pendidikan merupakan pranata sosial yang berbeda proses dan tujuannya dari pranata hukum, pranata ekonomi, ataupun pranata politik.
Sebagai pranata sosial, Pendidikan diselenggarakan secara bersama oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam melaksanakan tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mempersatukan dan menghilangkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pendidikan harus diselenggarakan dan dikelola secara sistematik sebagai organisasi sistem terbuka: oleh keluarga sebagai organisasi belajar, oleh Masyarakat sebagai badan perkumpulan dan yayasan Pendidikan, dan oleh Pemerintah Daerah dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah.
Kemudian, masyarakat juga diharapkan untuk mencermati dan memberi masukan terkait RUU. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP).
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," ungkap Anindito
Meskipun dalam praktiknya, banyak pihak yang meragukan keterlibatan publik dalam perancangan RUU Sisdiknas. Contohnya seperti dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). "Uji publik yang pernah dilakukan Februari 2022 lalu terkesan formalitas saja, sebab organisasi yang diundang hanya diberi waktu lima menit menyampaikan komentar dan masukan. Aspek partisipasi publik masih rendah,” ujar Dewan Pakar P2G, Rakhmat Hidayat.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca : Kemendikbudristek Unggah Naskah Terbaru RUU Sisdiknas, Apa yang Baru?
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.