Daftar Gugatan ke MK, PKS Ingin Presidential Threshold 7-9 Persen

Reporter

M. Faiz Zaki

Editor

Amirullah

Rabu, 6 Juli 2022 15:00 WIB

Presiden PKS Ahmad Syaikhu bersama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsy saat membacakan ikrar pemenangan pemilu 2024 pada acara Rapim PKS di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa 21 Juni 2022. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendaftarkan gugatan aturan presidential threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi. Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan pihaknya ingin ambang batas tersebut diturunkan di bawah 10 persen.

“Adapun angka yang rasional dan proporsional berdasarkan hasil kajian tim hukum kami adalah pada interval 7-9 persen kursi DPR,” katanya saat konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022.

Syaikhu menuturkan, angka tersebut sebagai titik tengah dari gugatan pihak-pihak sebelumnya yang ingin nol persen. Tim hukum PKS telah mengkaji dan melihat gugatan nol persen telah ditolak. “Karena selama ini berbagai kajian kami di tim bahwa dengan pengajuan angka nol persen ini hampir seluruhnya juga mengalami penolakan,” tuturnya.

Dia menjelaskan, dasar perhitungan telah dituangkan ke dalam permohonan yang akan dijelaskan tim kuasa hukum PKS. Segala yang berkaitan dengan materi pokok gugatan dan argumentasi hukum akan disampaikan dalam persidangan.

Pada pendaftaran gugatan hari ini, Mahkamah Konstitusi telah menerima dengan surat tanda terima No.69-1/PUU/PAN.MK/AP3. Pokok perkara yang diajukan adalah pengujian materiil Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Advertising
Advertising

Pemohonnya adalah Presden PKS Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi sebagai Pemohon I, serta Ketua Majelis Syura Salim Segaf Al Jufri sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon dalam pengajuan ini adalah Zainudin Paru.

Dalam pendaftaran judicial review ini, kata Syaikhu, PKS mengikuti alur pemikiran Mahkamah Konstitusi yang telah mengadili kurang lebih 30 permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa angka presidential threshold ini sebagai open legal policy. Pembentuk Undang-undang, PKS sepakat dengan argumentasi ini,” katanya.

Dia menuturkan bahwa PKS telah mencermati Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU_XVIII/2020, yang menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian pasal yang dimaksud.

Syaikhu berharap langkah judicial review ini bisa menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai inkonstitusional bersyarat. Jika ada perubahan persentase presidential threshold, maka peluang untuk mencalonkan presiden lebih leuasa.

“Semoga permohonan judicial review ini dapat dikabulkan agar rakyat indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden terbaik yang mampu membawa indonesia adil dan sejahtera sesuai cita cita para pendiri bangsa,” tuturnya.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Berita terkait

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

51 menit lalu

PKS Bakal Umumkan Nama yang Diusung di Pilkada Jakarta pada Juni

PKS bakal mengumumkan nama yang mereka usung di Pilkada Jakarta sekitar satu sampai dua bulan lagi.

Baca Selengkapnya

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

3 jam lalu

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

Prabowo menemui PM Qatar dan Presiden UEA, sekaligus memperkenalkan Gibran. Berikut rekaman momen peristiwanya.

Baca Selengkapnya

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

15 jam lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

16 jam lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

20 jam lalu

Seperti PDIP, PKS Setujui Revisi UU Kementerian Negara dengan Catatan

Hari ini, Rapat pleno Baleg DPR menyepakati pengambilan keputusan atas hasil penyusunan revisi UU Kementerian Negara menjadi usul inisiatif DPR.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

21 jam lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

21 jam lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

23 jam lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Suap demi Predikat WTP dari BPK

1 hari lalu

Suap demi Predikat WTP dari BPK

Suap demi mendapatkan predikat WTP dari BPK masih terus terjadi. Praktik lancung itu dinilai terjadi karena kewenangan besar milik BPK.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

1 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya