28 Tahun Lalu Majalah Tempo Dibredel, Hari ini Luncurkan Wajah Baru Tempo Digital
Reporter
Hendrik Khoirul Mukhid
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 21 Juni 2022 13:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 21 Juni menjadi saat bersejarah bagi keluarga besar Tempo Media Group. Pemberedelan Majalah Tempo 28 tahun silam, tepatnya 21 Juni 1994, menjadi catatan sejarah pengekangan kebebasan pers di masa orde baru.
Pada Selasa 21 Juni 2022, menjadi catatan sejarah baru pula bagi Tempo dengan memperkenalkan wajah baru Tempo Digital. Acara tersebut berlangsung di Plataran, Senayan, Jakarta Selatan, pukul 18.00 - 20.00, dihadiri Menteri BUMN Erick Thohir, serta persembahan dari Endah N Rhesa, Jhonny Iskandar dan Perunggu. Kegiatan tersebut disiarkan langsung oleh seluruh aplikasi sosial media Tempo Media.
CEO PT Info Media Digital (Tempo Digital) Wahyu Dhyatmika mengatakan, tak hanya desain tata letak Tempo.co yang baru, tapi juga logo dan tagline-nya.
“Dengan wajah baru Tempo.co ini, kami ingin menegaskan komitmen baru kami melayani lebih banyak pembaca dan memberikan informasi dan interaksi yang lebih intensif dengan Anda semua,” ujarnya.
"Perubahan penting ini kami lakukan 10 tahun setelah Tempo.co diluncurkan pada 2011 lalu, dan 28 tahun setelah Tempo dibredel. Pesan terpentingnya adalah audience centered approach. Wajah baru Tempo Digital menempatkan pembaca sebagai pusat dari semua layanan dan produk digital kami," kata Wahyu Dhyatmika.
28 Tahun Lalu Majalah Tempo Dibredel
Majalah Tempo mengalami pembredelan oleh Pemerintah Orde Baru setelah menerbitkan pemberitaan terkait dugaan kasus korupsi impor 39 kapal perang bekas Jerman Timur. Impor itu diprakarsai Menteri Riset dan Teknologi saat itu, B.J. Habibie. Pemerintah beralasan, pemberitaan tersebut dapat membahayakan stabilitas nasional. Pemberedelan ini memicu aksi demonstrasi menuntut kebebasan pers.
“Ada pers yang mengeruhkan situasi dan mengadu domba. Ini gangguan pada stabilitas politik dan nasional. Kalau tak bisa diperingatkan, akan kita ambil tindakan.” kata Soeharto pada 9 Juni 1994.
Wartawan senior Tempo, Leila Chudori membagikan kesaksiannya saat Majalah Tempo diberedel pada 1994 itu. Leila menceritakan bagaimana suasana detik-detik pemberedelan terjadi. Desas-desus Tempo akan diberedel sebenarnya telah terdengar lewat kabar angin beberapa hari sebelumnya. Hari itu, Leila yang tengah bekerja seperti hari biasanya, mendapatkan panggilan dari seorang teman yang bekerja di Kantor Berita Antara.
“Waktu itu kan belum ada handphone ya, jadi teleponnya ke kantor, saya mendapat telepon dari teman-teman di Antara, Lel, Tempo diberedel,” kata dia.
Leila awalnya tak menaruh percaya. Setelah temannya itu mengatakan bahwa berita tentang pemberedelan Tempo siap diturunkan, barulah Leila menanggapinya dengan serius. Berita itu masih ditahan lantaran menunggu surat pemberitahuan dari Pemerintah kepada pimpinan Tempo. “Setelah dikasih tahu baru kemudian nanti berita itu akan diturunkan, tapi berita itu sudah disiapkan,” kata Leila. Namun, temannya itu tak menjelaskan penyebab pemberedelan secara spesifik. “Enggak disebut secara spesifik karena apa tapi disebut dibredel.”
Mendapatkan informasi itu, Leila lantas memberitahu rekan kerjanya, salah satunya Mas Bambu. Karena tak percaya, Mas Bambu meminta mengonfirmasi ulang informasi tersebut. “Ah, dari kemarin begitu terus ngomongnya. Coba telepon lagi teman kamu,” kata Leila menuturkan ulang respons Mas Bambu. Untuk meyakinkan kebenaran informasi, Leila bahkan menelepon temannya yang menulis pemberitaan pemberedelan Tempo yang telah disiapkan itu.
Setelah mendapat informasi itu, awak media Tempo kemudian dikumpulkan untuk berdiskusi. Goenawan Mohamad atau GM kemudian berbicara di depan para wartawan Majalah Tempo, mereka akan menunggu sampai pemberitahuan diumumkan. Benar saja, tak lama berselang pemberitahuan pemberedelan ini diumumkan Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Kementerian Penerangan, Subrata, atas nama Menteri Penerangan Harmoko. Tak hanya Majalah Tempo, dua media lain, Tabloid DeTik dan Editor juga turut dicabut izin usahanya.
“Dan enggak lama (setelah pemberitaan pemberedelan turun) semua orang datang, kawan-kawan dari berbagai media, dari berbagai NGO, tokoh-tokoh semau datang,” kata Leila.
Mantan Pemimpin Redaksi Tempo kala itu, Bambang Harymurti atau yang akrab disapa BHM setelah mendapat informasi itu, dirinya merasa sedih dan marah. BHM menceritakan saat itu suasana kantor riuh ramai. GM menyampaikan pidatonya pascapembredelan. Ia masih teringat dengan kata-kata Goenawan Mohamad. “Kita boleh kalah, tapi tidak boleh takluk.”
GM beserta rombongan kemudian mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. “Waktu itu saya sedang hamil empat bulan. Saya ingat sekali suasananya penuh sekali, sangat ngebeludak dan ya pokoknya semua pada bicara,” turur laila. Setelah di DPR, rombongan kemudian mendatangi area di depan Departemen Penerangan di Merdeka Barat dan Monas. Di sana aparat keamanan rupanya telah bersiap menahan unjuk rasa. Bahkan beberapa tokoh sempat mengalami kekerasan, di antaranya penyair W.S Rendra dan pelukis Semsar Siahaan.
“Seingat saya Mas Rendra itu kena pukul, terus Semsar Siahaan kalau enggak salah kakinya kena dan gara-gara itu dia jadi tidak bisa jalan dengan normal,” tutur Leila.
Majalah Tempo tidak terima nasib dan membawa kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam perlawanan tersebut, hakim Benyamin Mangkoedilaga memenangkan Tempo. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini. Kini, dalam rangka memperingati peristiwa 28 tahun silam itu, Tempo.co memiliki tampilan laman baru.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Kronologi Pembredelan Majalah Tempo, Editor dan Detik 27 Tahun Silam
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.