Kasus Sertifikat Vaksin Fiktif, Polda Sumbar Terima Laporan Joki Rp 500 Ribu
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 9 Juni 2022 18:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Sumatera Barat menerima informasi adanya aksi joki yang menawarkan jasa disuntik vaksin, bagi orang yang takut divaksin, dengan bayaran sampai Rp 500 ribu. Informasi ini diterima di tengah kasus sertifikat vaksin fiktif di Sumatera Barat.
"Padahal kami susah payah cari orang yang mau vaksin, ini ada yang memanfaatkan situasi seperti itu," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Barat, Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto saat dihubungi, Kamis, 9 Juni 2022.
Sebelumnya, sejumlah orang di Sumatera Barat tiba-tiba menerima sertifikat vaksin padahal belum divaksin sama sekali. Salah satu korbannya yaitu Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Indira Suryani.
Ia belum mengikuti vaksin booster, tapi sudah menerima sertifikat di aplikasi PeduliLindungi miliknya. "Saya dan suami, lalu beberapa teman wartawan, ada lima orang yang saya tahu (jadi korban)," kata Indira saat dihubungi, Rabu, 8 Juni 2022.
Indira tiba-tiba sudah menerima sertifikat vaksin booster di aplikasi PeduliLindungi yang tertera berasal dari Polkes Polri. Sementara beberapa teman yang lain, kata dia, juga dapat sertifikat vaksin fiktif dari Polres, seperti Polres Payakumbuh.
Sebelum menjadi korban, Indira pun mengaku sudah pernah mendengar kabar ada jual beli jasa disuntik vaksin di daerah Pariaman. "Ga usah vaksin, nanti dikasih sertifikatnya, ternyata aku juga kena," kata dia.
Masalah jaringan internet...
<!--more-->
Bayu membenarkan ada beberapa orang yang belum divaksin, tapi sudah dapat sertifikat di Sumatera Barat. Selain joki, Bayu menyebut kejadian ini juga memungkinkan terjadi akibat akibat masalah jaringan yang mengalami gangguan.
"Jadi ada yang sudah vaksin, belum keluar sertifikatnya. Ada yang sudah dapat sertifikat, tapi belum vaksin, jadi loncat-loncat gitu," kata dia.
Lalu masalah lain yaitu karena equipment error, system P-care error, hingga human error. P-care merupakan bagian dari sistem informasi satu data vaksinasi Covid-19.
Bayu mengakui ada kelemahan dari sistem P-care ini. "Kelemahannya yaitu tidak menampilkan foto atau petugas yang mencocokkan antara fisik orang yang divaksin dengan foto yang tertera di KTP," kata dia.
Berikutnya, ada lagi dugaan kasus ini terjadi karena ulah masyarakat tertentu yang ingin mendapatkan sembako maupun uang transportasi. "Ini disiapkan oleh penyelenggara vaksinasi selama ini," kata Bayu.
Meski demikian, polisi belum memastikan apakah ada sindikat yang beroperasi dengan adanya kejadian ini. Polisi juga belum bisa menyimpulkan penyebabnya karena baru menerima informasi dari masyarakat. "Sementara ini masih dilakukan penyelidikan terkait hal itu," kata dia.
Sementara, Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril telah mengkonfirmasi kejadian ini kepada petugas penanggung jawab. "itu murni error dari petugas yang input," kata dia.
Syahril memastikan tidak ada indikasi atau upaya manipulasi dengan tujuan tertentu. Ia menyebut kejadian ini pernah terjadi di Polres Bogor, Jawa Barat. Masalahnya serupa, kesalahan input data.
"Memang ini diakui ada suatu kesalahan input dari petugas," kata Syahril. Sehingga, masalah ini juga tak perlu dibawa ke ranah hukum, kecuali ada pihak yang dirugikan.
Meski demikian, Syahril tak menutup kemungkinan adanya aksi joki tersebut. "Kecuali memang ada pesanan khusus dari orang yang bersangkutan, sehingga ada joki tadi. Tapi kalau tak ada, namanya human error," ujarnya.
Syahril lalu memberikan petunjuk resmi yang sudah dibuat Kementerian Kesehatan bagi masyarakat yang mengalami kejadian ini. Caranya dengan menghubungi nomor WhatsApp Kementerian Kesehatan, sesuai petunjuk di link berikut:
https://faq.kemkes.go.id/faq/belum-vaksin-ketiga-tapi-sudah-muncul-sertifikat
Di sisi lain, kasus joki vaksin ini bukan yang pertama. Sebelumnya, sudah ada kasus joki vaksin di Semarang, Jawa Tengah, yang juga ditawari upah Rp 500 ribu, hingga kasus joki vaksin di Sulawesi Selatan yang disuntik 16 kali.
Baca juga: Pakar Sebut 2 Cara Sindikat Pembobol Mengakali Sistem PeduliLindungi
kuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini