Nadiem Dinilai Terlalu Terburu-buru Menerapkan Kurikulum Sekolah Penggerak

Jumat, 16 Juli 2021 09:02 WIB

Petugas merapikan bangku di ruang kelas SD Kenari 08 Pagi, Jakarta, Jumat, 18 Juni 2021. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses uji coba sekolah tatap muka karena lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir pascalibur lebaran. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap pukul 8 pagi, Trezadigjaya sudah duduk anteng di depan laptopnya mengikuti pertemuan tatap muka daring melalui Google Meet, pada akhir Juni lalu. Guru PPKn di SMP Labschool Jakarta itu mengorbankan waktu liburnya untuk mengikuti dua jam pelatihan mengenai kurikulum baru Sekolah Penggerak. “Jadi, guru tak ada liburnya,” kata Treza kepada Tempo, Rabu, 14 Juli 2021.

Selama 10 hari ikut pelatihan, Treza mempelajari prinsip hingga struktur kurikulum Sekolah Penggerak yang sangat berbeda jika dibandingkan Kurikulum 2013.

Pelatihan itu selesai tepat sepekan sebelum tahun ajaran baru dimulai pada 12 Juli. Namun, hingga 11 Juli, Treza belum menerima buku pelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. “Kami sendiri baru dapat info mengenai buku di tanggal 12,” katanya.

Meski materi buku tak jauh berbeda dengan yang dipakai pada kurikulum sebelumnya, Treza melihat ada kekhawatiran nilai gunanya berkurang. Pasalnya, sebelum buku dibagikan, para guru sudah menyepakati Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) yang mengacu pada materi yang biasanya muncul.

Treza mencontohkan, pada buku PPKn kelas VII di kurikulum Sekolah Penggerak, ada materi baru yang tidak pernah muncul di Kurikulum 2013. Yaitu pada Bab V tentang menghargai lingkungan dan budaya lokal. Kemunculan materi baru yang mendadak itu juga membuat pemahaman guru belum optimal. “Kalau pun paham, tapi minimal sambil meraba-raba. Jadi learning by doing,” ujarnya.

Advertising
Advertising

Secara konseptual, Treza memandang bahwa niatan pemerintah mengubah kurikulum tersebut baik. Namun, ia menilai implementasinya kurang tepat dilaksanakan saat masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Apalagi, pelatihan terhadap guru dilaksanakan terlalu singkat dan mepet dengan dimulainya tahun ajaran baru. Meski masih bisa dijalankan, ia memperkirakan penerapan kurikulum baru ini akan butuh waktu agar hasilnya bisa ideal sesuai yang diharapkan pemerintah.

Kurikulum Sekolah Penggerak adalah program Merdeka Belajar yang diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada 1 Februari 2021. Program ini dimulai pada tahun ajaran 2021/2222 di 2.500 sekolah yang tersebar di 34 provinsi dan 111 kabupaten/kota.

Program ini berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam Profil Pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. Kemudian mandiri, bernalar kritis, berkebinekaan global, bergotong royong, dan kreatif.

Salah satu yang berbeda dari program ini adalah mereka yang duduk di kelas XI dan XII SMA bisa memilih mata pelajaran dari kelompok pilihan. Siswa memilih mata pelajaran dari minimum 2 kelompok pilihan hingga syarat minimum jam pelajaran terpenuhi, total 40 jam per minggu dan jam pelajaran untuk mapel pilihan adalah 22 jam per minggu

Ada 5 kelompok mata pelajaran yang direkomendasikan, yait, MIPA (Matematika peminatan, Fisika, Kimia, Biologi, Informatika), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi, Antropologi), bahasa dan budaya (Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris, Bahasa Asing lainnya), vokasi/karya kreatif (Budidaya, Rekayasa, dan sebagainya), dan seni-Olahraga (khusus untuk sekolah-sekolah yang
ditetapkan pemerintah).

Menteri Nadiem hendak mengubah budaya pembelajaran di sekolah melalui pendampingan selama tiga tahun ajaran. Program ini akan mengakselerasi sekolah negeri atau swasta di seluruh kondisi sekolah untuk bergerak 1-2 tahap lebih maju. Program dilakukan bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi Program Sekolah Penggerak.

Target Jangka Panjang Sekolah Penggerak (Sumber: Kementerian Pendidikan)

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Said Hamid Hasan, mengaku menerima keluhan dari sejumlah guru yang mengikuti pelatihan kurikulum Sekolah Penggerak. “Mereka mengeluh waktunya mepet,” kata Hamid.

Selain waktu, para guru menyampaikan pada Hamid bahwa banyak pelatih yang hanya menjelaskan berdasarkan bahan presentasi, dan tidak bisa memberikan contoh ketika ditanya maksudnya. Kondisi tersebut, kata Hamid, harus diperbaiki karena berpotensi merusak bangsa.

Menurut Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 ini, kurikulum Sekolah Penggerak juga minim sosialisasi. Sebelum diuji coba ke 2.500 satuan pendidikan, kata dia, Nadiem seharusnya melakukan uji publik dengan mengundang berbagai pihak.

Namun, hal utama yang harus diperhatikan terlebih dulu adalah konsepnya harus matang. Kemudian, memerlukan pelatihan guru yang intensif. Bahkan, kata Hamid, kalau bisa pelatihan itu jangan hanya diadakan ke guru representatif, tapi ke semua guru.

Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir mengatakan reformasi kurikulum memang sudah menjadi suatu keharusan, karena harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun, ia mengingatkan bahwa pembaruan kurikulum harus diawali dengan tahapan penting, seperti muatannya, substansi, tujuan, metode, bagaimana proses pembelajaran siswa, peran orang tua, dan peran masyarakat harus dikaji matang dan serius.

Mengenai kurikulum Sekolah Penggerak, Dudung melihat tujuannya bagus. Tetapi niat baik saja tidak cukup. “Ini adalah pendidikan nasional yang harus dirancang, dibangun, dan dikolaborasikan semua komponen di nasional,” katanya merujuk pada sikap pemerintah yang belum melakukan uji publik atas kurikulum ini.

Dudung menyampaikan bahwa reformasi kurikulum jangan hanya melihat Jakarta. Tapi harus ada kajian bersama dengan memperhatikan sisi kelam pendidikan di daerah terpencil.

Ia juga mengatakan bahwa berbicara program besar di era pandemi saat ini tidak akan efektif. Sehingga, Dudung menyarankan agar Kemendikbud merancang pendidikan yang berkualitas dan bermakna untuk menyelamatkan peserta didik agar tidak terjadi learning lost dan lost generation. Salah satunya dengan mengoptimalkan teknologi informasi, merangkul orang tua sebagai pilar pendidikan keluarga, dan merangkul swasta.

Firman Laurensius, widyaiswara di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Utara -unit pelaksana teknis Kemendikbud di provinsi, mengakui soal waktu pelatihan yang mepet.

Asesor dan instruktur dalam program Sekolah Penggerak ini menjelaskan bahwa pelatihan dilakukan bertahap dari pengembang modul ke instruktur, kemudian dari instruktur ke Komite Pembelajaran yang isinya kepala sekolah, pengawas, penilik, dan guru representatif mata pelajaran. Baru setelah itu guru representatif melatih para guru di sekolah asalnya. “Tidak bisa dilaksanakan secara serentak,” kata dia.

Dalam tahapannya itu, Firman menuturkan tak jarang menemui kendala yang menyebabkan keterlambatan memulai pelatihan. Misalnya, ada narasumber yang sakit atau berhalangan, sehingga pelatihan harus ditunda sampai sebulan. Faktor pandemi juga menjadi salah satu penyebabnya.

Meski ada keterlambatan, Firman mengatakan bahwa Kemendikbud telah mengantisipasi dengan memberikan sejumlah platform berisi materi maupun video konsep yang bisa diakses terbatas kepada Komite Pembelajaran. Menurut dia, pelatihan secara luring memang akan lebih optimal. “Tapi dalam kondisi seperit ini mau diapakan lagi. Intinya kalau diikuti sesuai petunjuk pasti hasil maksimal,” ujar Firman.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Jumeri hanya menjawab irit ketika ditanya apakah uji publik kurikulum Sekolah Penggerak sudah dilakukan. “Pasti,” ucapnya.

Adapun mengenai keluhan para guru, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril tak merespons pesan singkat yang dikirimkan Tempo.

Anggota Komisi Pendidikan DPR dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa, mengatakan Kemendikbud belum pernah membicarakan apakah Sekolah Penggerak menjadi bagian dari kurikulum yang sudah ada atau tidak. Jika ingin memperbaiki kurikulum sebelumnya, Ledia menilai harus didetailkan kajian dan naskah akademiknya.

Ia juga mempertanyakan alasan Kemendikbud terburu-buru menerapkan kurikulum tersebut ketika masih pandemi. Padahal, pemerintah bisa mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencegah anak mengalami learning lost. Misalnya, dengan mengoptimalkan peran LPMP di setiap daerah untuk membuat modul pembelajaran dari rumah.

Baca juga: Perhimpunan Pendidikan Minta Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Penggerak Ditunda

Berita terkait

Kemendikbud: Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Harus Punya Keinginan Maju

17 jam lalu

Kemendikbud: Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Harus Punya Keinginan Maju

Kemendikbud mendorong penerima KIP Kuliah untuk maju dan berkembang.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud Sebut Tanggung Jawab Masalah KIP Kuliah Ada di Kampus, Pengamat: Jangan Cuci Tangan

22 jam lalu

Kemendikbud Sebut Tanggung Jawab Masalah KIP Kuliah Ada di Kampus, Pengamat: Jangan Cuci Tangan

KIP Kuliah merupakan program untuk peningkatan akses masyarakat bisa kuliah.

Baca Selengkapnya

Cara Daftar Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024 yang Baru Dibuka Kemendikbud

23 jam lalu

Cara Daftar Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024 yang Baru Dibuka Kemendikbud

Beasiswa Pendidikan Indonesia sudah ada sejak 2021 lalu, kini program unggulan Kemendikbudristekdikti itu sudah dibuka mulai tanggal 2 Mei 2024 lalu.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud Buka Pendaftaran Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024, Diperluas hingga Jenjang S3

2 hari lalu

Kemendikbud Buka Pendaftaran Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024, Diperluas hingga Jenjang S3

Di tahun sebelumnya, beasiswa calon dosen masih terbatas untuk jenjang S2.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud Ungkap 3 Masalah di Pendidikan Tinggi

2 hari lalu

Kemendikbud Ungkap 3 Masalah di Pendidikan Tinggi

Apa saja masalah di pendidikan tinggi?

Baca Selengkapnya

Atasi Penerima KIP Kuliah yang Tidak Tepat Sasaran, Kemendikbud Minta Kampus Evaluasi

3 hari lalu

Atasi Penerima KIP Kuliah yang Tidak Tepat Sasaran, Kemendikbud Minta Kampus Evaluasi

Viralnya kasus dugaan penerima KIP Kuliah bergaya hedon, Kemendikbudristek akan mengambil langkah.

Baca Selengkapnya

Viral Dugaan Penyalahgunaan KIP Kuliah Mahasiswa Undip, Kemendikbud: Tanggung Jawab Kampus

3 hari lalu

Viral Dugaan Penyalahgunaan KIP Kuliah Mahasiswa Undip, Kemendikbud: Tanggung Jawab Kampus

Sejumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah menjadi perbincangan karena menampilkan gaya hidup mewah.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Boleh Bekerja Jadi Reseller Hingga Youtuber

3 hari lalu

Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Boleh Bekerja Jadi Reseller Hingga Youtuber

Sebelumnya viral sejumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah di Universitas Diponegoro atau Undip yang diduga melakukan penyalahgunaan bantuan.

Baca Selengkapnya

Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

3 hari lalu

Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pesan kepada Guru Penggerak. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

4 hari lalu

Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

Nadiem mengatakan, semua keberhasilan gerakan Merdeka Belajar selama ini berkat dukungan dan arahan dari Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya