Arsul Sani Sebut Pasal Pengibar Bendera Kusam di RKUHP Tak Perlu Dihapus, tapi..
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 1 Juli 2021 14:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum atau Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Arsul Sani mengakui kekhawatiran sejumlah akademisi ihwal Pasal 235 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP). Pasal itu mengatur ketentuan pidana bagi orang yang mengibarkan Bendera Merah Putih luntur, kusut, hingga kusam.
"Concern sejumlah akademisi soal Pasal 235 ini memang perlu jadi perhatian," kata Arsul ketika dihubungi, Kamis, 1 Juli 2021.
Pasal 235 RKUHP mengatur ketentuan pidana denda paling banyak kategori II atau maksimal Rp 10 juta bagi setiap orang yang (a) memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial; (b) mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam.
Kemudian (c) mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau (d) memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.
Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad sebelumnya meminta pasal pidana untuk pengibar bendera Merah Putih kusam dicabut dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP). Dia menilai pasal tersebut tak urgen dan justru berbahaya bagi rakyat kecil.
Meski setuju dengan kekhawatiran yang ada, Arsul Sani berpendapat pasal itu tak perlu dihapus atau diubah. Ia menilai pasal tersebut cukup diberi penjelasan yang akan membatasinya sehingga tidak menjadi ketentuan yang multitafsir atau karet.
"Dengan membuat penjelasan yang "memagari" keberlakuan pasal tersebut sehingga tidak jadi pasal karet," kata Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini.
Politikus yang sebelumnya menjadi anggota Panitia Kerja RKUHP ini mengatakan, saat ini memang belum ada penjelasan bagi Pasal 235 itu. Nantinya, kata dia, hal-hal yang dinilai sebagai "kearifan lokal" termasuk ihwal pengibaran bendera ini tak perlu dikategorikan sebagai tindak pidana.
Meski begitu, Arsul belum menjelaskan kearifan lokal yang dia maksud. Ia berujar DPR akan mendengarkan masukan dari para akademisi hingga kelompok masyarakat sipil untuk merumuskan penjelasan dari pasal tersebut.
Pemerintah berencana kembali mengusulkan RKUHP sebagai RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Dalam sejumlah kesempatan, pemerintah dan DPR menyatakan hanya akan membahas 14 pasal krusial yang sebelumnya menuai kontroversi.
Menurut Arsul, DPR akan mendengarkan penjelasan pemerintah terlebih dulu ihwal hasil sosialisasi mereka menyangkut 14 pasal krusial tersebut. Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM telah menggelar 12 seri sosialisasi ke pelbagai perguruan tinggi.
"Kalau soal hal-hal di luar 14 isu krusial itu ya nanti kami sikapi setelah mendengarkan dari tim pemerintah dulu, dari 12 seri sosialisasi yang telah mereka lakukan," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: RKUHP Muat Ancaman Pidana Pengibar Bendera Merah Putih Kusam