Terpopuler Nasional: Tantangan BEM Unnes soal TWK dan Demokrat Tanggapi PDIP
Reporter
Friski Riana
Editor
Aditya Budiman
Minggu, 30 Mei 2021 08:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita di kanal Nasional menjadi perhatian pembaca. Pertama soal tantangan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM Unnes) kepada pakar hukum pidana Romli Atmasasmita untuk berdebat soal tes wawasan kebangsaan. Kedua, Partai Demokrat yang menanggapi keengganan PDIP untuk berkoalisi di Pemilu 2024.
Tantangan BEM Unnes
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang menantang pakar hukum pidana Romli Atmasasmita untuk debat terbuka tentang Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK pegawai KPK.
“Tujuan debat ini bukan sekedar untuk gagah-gagahan saja, tapi juga merupakan tempat untuk berdiskusi, merawat nalar kritis dan juga sebagai bagian dari bentuk dukungan mahasiswa terhadap KPK,” kata Wakil Presiden BEM KM Unnes 2021 Franscollyn Mandalika Gultom kepada Tempo, Sabtu, 29 Mei 2021.
BEM Unnes menjadwalkan debat tersebut pada pada Senin, 31 Mei 2021, pukul 14.00 WIB hingga selesai. Debat diselenggarakan secara virtual melalui Zoom Meeting antara Romli dan Franscollyn.
Frans mengatakan BEM Unnes sebelumnya juga telah melayangkan surat terbuka kepada Romli. Dalam surat itu, mereka menyampaikan kekecewaan terhadap pernyataan Romli yang berpihak pada TWK dan alih status pegawai KPK. BEM Unnes juga kecewa atas pernyataan Romli yang menyebut opini koalisi guru besar anti tes wawasan kebangsaan tidak memiliki dasar hukum dan keliru.
“Kami memandang justru pernyataan Prof Romli lah yang keliru dan patut disesalkan. Kami sepaham dengan Koalisi Guru Besar Lintas Universitas yang berkesimpulan bahwa TWK tidak berdasarkan hukum,” kata dia.
Menurut Frans, Romli tidak melihat secara utuh permasalahan pada TWK. Padahal, tes tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak logis dan terindikasi rasialis.
Frans menuturkan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia juga semakin memprihatinkan karena terus mengalami kemunduran. Salah satunya dibuktikan dengan merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), Indonesia berada pada skor 37 dengan ranking 102 atau turun 3 poin dari 2019 lalu.
<!--more-->
Keadaan tersebut kemudian diperparah dengan kondisi KPK yang kini tengah berada pada titik nadir. Frans mengatakan KPK dipastikan kehilangan taringnya dengan adanya revisi UU KPK, alih status pegawai menjadi ASN, disingkirkannya pegawai berintegritas.
“Pada saat seperti inilah sebetulnya publik berharap banyak kepada para akademisi untuk berada di garda terdepan dalam mengembalikan KPK dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi,” ujar dia soal dampak buruk tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.
Demokrat Sebut Tak Etis Bahas Koalisi saat Pandemi
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menanggapi pernyataan bahwa PDIP sulit berkoalisi dengan partainya karena berbeda DNA untuk Pemilu 2024.
“Belanda masih jauh. Pemilu masih tiga tahun lagi,” kata Herzaky dalam keterangannya, Sabtu, 29 Mei 2021.
Herzaky mengatakan, dalam tiga tahun ini, segala sesuatu bisa terjadi. Ia pun heran para politikus malah sibuk berkasak-kusuk membahas Pilpres 2024 di tengah situasi negara yang dilanda krisis kesehatan dan ekonomi dengan meningkatnya jumlah rakyat miskin dan pengangguran di mana-mana secara drastis. “Tidak etis,” katanya.
Menurut Herzaky, Partai Demokrat saat ini fokus berkoalisi dengan masyarakat untuk membantu mereka selama pandemi, ketimbang memikirkan Pilpres 2024 maupun kawin parpol.
Demokrat, kata Herzaky, juga menyerukan agar seluruh partai koalisi pemerintahan mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, serta menyukseskan program pemerintah dalam masa pandemi hingga 2024.
“Jangan ada yang menghambat program pemerintah sebagaimana telah didukung juga oleh seluruh partai, termasuk Demokrat, dalam upaya melawan pandemi sekaligus mengatasi kesulitan ekonomi saat ini,” ujarnya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut bahwa partainya membuka diri berkoalisi dengan Partai Gerindra dan sejumlah partai lainnya di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, kecuali dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat karena berbeda ideologi.
"PDIP beda ideologi dengan PKS sehingga sangat sulit berkoalisi dengan PKS. Saya tegaskan sejak awal," ujar Hasto.
"Dengan Demokrat juga basisnya beda, partai elektoral. Kami partai ideologi yang bertumpu pada kekuatan massa. Sehingga kami tegaskan dari DNA-nya berbeda. Ini tegas-tegas aja, supaya tidak ada juru nikah yang ingin mempertemukan," tutur Hasto ihwal koalisi menuju Pilpres 2024.
Baca juga: Komnas HAM Dapat Temuan Baru Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK
FRISKI RIANA