Direktur Imparsial Al Araf (tengah), Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri (kanan), dan Koordinator Peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra (kiri) memberikan keterangan pers untuk menyikapi kebijakan penataan organisasi TNI, di kantor Imparsial, Jakarta, 6 Februari 2019. Imparsial meminta pemerintah untuk mengkaji rencana kebijakan penempatan prajurit TNI di Kementerian dan promosi pangkat, jabatan baru serta perpanjangan pensiun bintara dan tamtama. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf mengusulkan proses pergantian Kapolri tidak perlu persetujuan DPR untuk meredam intervensi politik kekuasaan. "Seharusnya pemilihan Kapolri cukup diangkat presiden," kata Al Araf dalam diskusi bertema Institusi Polri, Kepemimpinan Baru Dan Masa Depan Demokrasi, Rabu, 3 Februari 2021.
Araf berujar DPR bertugas mengawasi yang diangkat presiden. Tetapi faktanya, DPR ikut mengangkat Kapolri. Sehingga, parlemen secara tidak langsung juga sebagai tim sukses pemenangan Kapolri.
"Sulit mendapat harapan akan mengawasi secara efektif kalau dia juga terlibat dalam proses pengangkatan. Di sisi lain juga rentan ruang politisasi," ujarnya.
Hal yang dikhawatirkan dengan adanya persetujuan DPR, Araf menuturkan, bahwa orang-orang di dalam Polri akan berasumsi harus melakukan lobi-lobi ke partai politik supaya bisa jadi Kapolri.
Saran lainnya, Araf menilai Komnas HAM, KPK, dan Kompolnas perlu diperkuat agar bisa menjadi lembaga eksternal yang baik untuk menata kelembagaan Polri dari luar.