PSHK Nilai Revisi UU MK Cuma Hadiah untuk Hakim Konstitusi yang Menjabat

Selasa, 1 September 2020 17:02 WIB

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat 24 Juli 2020. ANTARA/Aditya Pradana Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai pengesahan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) hanya akan menjadi hadiah untuk para hakim yang sedang menjabat saat ini.

“Revisi ini bisa dibaca hanya untuk menguntungkan hakim-hakim yang sedang menjabat,” kata peneliti PSHK Agil Oktaryal saat dihubungi, Selasa, 1 September 2020.

Agil menilai revisi UU MK sama sekali tidak menyentuh kebutuhan dasar MK secara kelembagaan, tidak menguatkan kewenangan MK, ataupun sama sekali tidak menata hukum acara di pengadilan konstitusi itu aga lebih baik.

Menurut Agil, pengubahan hanya terjadi pada dua hal, yaitu syarat minimal usia hakim yang semula 47 tahun menjadi 55 tahun, serta bisa menjabat hingga usia 70 tahun. Pengubahan UU MK, juga membuat masa jabatan hakim bisa mencapai 15 tahun.

Agil mengatakan ada potensi konflik kepentingan antara pemerintah dan DPR dengan hakim MK yang sedang menjabat dari perpanjangan masa jabatan itu. Sebab, perpanjangan masa jabatan berlaku untuk hakim yang saat ini menjabat, bukannya hakim hasil seleksi selanjutnya.

Advertising
Advertising

Menurut dia, masa jabatan 15 tahun terlalu panjang mengingat tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang masih rendah. Masa jabatan yang panjang, kata dia, juga tidak diikuti dengan pengawasan yang lebih baik untuk MK. “Ini akan menjadi bahaya, karena kekuasaan yang lama tanpa pengawasan cenderung korup,” ujar dia.

Agil berkata batas usia 55 tahun tidak akan menjamin integritas seorang hakim. Hal itu, kata dia, terbukti dengan dua orang hakim MK pernah ditangkap KPK karena melakukan praktik korupsi, seperti Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, serta hakim Arief Hidayat yang dua kali terbukti melanggar etik. Padalah usia mereka telah melewati 55 tahun.

Agil khawatir hadiah perpanjangan masa jabatan kepada hakim MK ini akan digunakan sebagai barter terhadap gugatan sejumlah UU krusial yang sedang ditangani MK. Di antaranya, UU KPK, UU Mineral dan Batubara, UU Keuangan Negara untuk Covid-19 dan UU Omnibus Law. Ia menilai usia minimal juga akan menutup peluang calon hakim potensial yang telah berkarir di MA.

“Apalagi dengan kebutuhan Mahkamah Konstitusi yang semakin tinggi hakim dengan tingkat konsentrasi dan produktifitas tinggi tentu sangat dibutuhkan selain integritas tentunya,” kata dia.

Berita terkait

Pakar Hukum Tata Negara Anggap Gugatan PDIP di PTUN Sulit Dieksekusi

6 menit lalu

Pakar Hukum Tata Negara Anggap Gugatan PDIP di PTUN Sulit Dieksekusi

Charles pesimistis hakim PTUN bakal mengabulkan petitum PDIP untuk menganulir pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

2 jam lalu

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

2 jam lalu

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan terdapat total 297 perkara dalam sengketa pileg 2024. Disidangkan secara bertahap.

Baca Selengkapnya

Alasan PPP Cabut Gugatan soal 3.793 Suara Berpindah ke PAN dan Gerindra

14 jam lalu

Alasan PPP Cabut Gugatan soal 3.793 Suara Berpindah ke PAN dan Gerindra

PPP mencabut dalil dalam permohonan sengketa pileg soal perpindahan ribuan suara mereka ke PAN dan Gerindra. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

1 hari lalu

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

Kuasa hukum mengaku mendapat informasi pencabutan itu dari kliennya saat sidang MK tengah berlangsung.

Baca Selengkapnya

Gerindra Tuding KPU Gelembungkan Suara NasDem di 53 Kecamatan Jawa Barat

1 hari lalu

Gerindra Tuding KPU Gelembungkan Suara NasDem di 53 Kecamatan Jawa Barat

Partai Gerindra menuding KPU menggelembungkan suara Partai NasDem di 53 kecamatan di Majalengka dan Subang, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

2 hari lalu

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

Pengamat politik menanggapi mengenai peluang PPP mendapatkan kursi DPR RI lewat permohonan sengketa pemilu ke MK.

Baca Selengkapnya

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

2 hari lalu

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini. Berikut sederet faktanya.

Baca Selengkapnya

PDIP Minta Perolehan Suara PSI dan Demokrat di DPRD Papua Tengah Dinihilkan

2 hari lalu

PDIP Minta Perolehan Suara PSI dan Demokrat di DPRD Papua Tengah Dinihilkan

PDIP meminta kepada MK agar perolehan suara PSI dan Partai Demokrat dalam pemilihan DPRD Provinsi Papua Tengah dijadikan nol.

Baca Selengkapnya

MK: Arsul Sani Tidak Ikut Memutus Sengketa Pileg Terkait PPP

2 hari lalu

MK: Arsul Sani Tidak Ikut Memutus Sengketa Pileg Terkait PPP

Arsul Sani adalah bekas kader PPP yang kini menjabat hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya