Jegal Omnibus Law Trending Twitter, Simak 4 Pasal Kontroversi RUU Cipta Kerja

Reporter

Tempo.co

Jumat, 14 Agustus 2020 14:44 WIB

Sejumlah buruh melakukan aksi di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.Aksi buruh bertepatan dengan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat yang menolak Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja menggelar "unjuk rasa" di Twitter. Mereka menggaungkan tagar jegal omnibus law. Belakangan, hastag ini trending.

Dalam undangan aksinya, koalisi menyebut tagar jegal omnibus law ini mewakili mereka yang menolak aturan sapu jagat tersebut tapi tidak bisa turun ke jalan. Hari ini, Jumat, 14 Agustus 2020, sebagian elemen masyarakat menggelar demo di Gedung DPR menolak RUU tersebut.

Salah satunya yang menggelar unjuk rasa ini adalah Koalisi gerakan buruh bersama rakyat (Gebrak).

"Gebrak menilai Omnibus Law bertentangan dengan konstitusi negara karena banyak memuat pasal yang merugikan rakyat, mulai petani, buruh, nelayan hingga masyarakat adat," kata salah satu juru bicara Gebrak sekaligus Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika, dalam keterangan tertulis, Jumat, 14 Agustus 2020.

Dewi menjelaskan pihaknya nekat menggelar aksi di tengah pandemi Covid-19 lantaran DPR dan pemerintah yang ngotot melanjutkan membahas RUU bertipe Omnibus Law itu. "Meski sudah dihujani kritikan tajam dari berbagai pihak," tuturnya.

Advertising
Advertising

Sejumlah kalangan menyebut ada beberapa pasal yang dinilai bermasalah. Berikut beberapa pasal bermasalah dalam RUU Cipta Kerja seperti dalam kajian Aliansi Rakyat Bergerak, Rapat Rakyat: Mosi Parlemen Jalanan.

1. Pasal 33

Pasal ini mengubah Pasal 30 UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang melarang kegiatan impor kecuali dalam kondisi tertentu.

Dalam Pasal 33 RUU ini disebutkan kecukupan kebutuhan konsumsi dan atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan melalui impor. "Omnibus law mendorong liberalisasi impor secara terang-terangan," tulis kajian tersebut.

2. Pasal 66

Pasal ini memuat perubahan definisi ketersediaan pangan pada Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012. Pada RUU Cipta Kerja, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Padahal sebelumnya ketentuan impor hanya diperbolehkan apabila hasil produksi dan cadangan nasional tidak bisa memenuhi kebutuhan.

Pasal ini juga mengubah Pasal 14 UU Pangan untuk mendukung penuh posisi impor yang disetarakan dengan produksi dalam negeri.

<!--more-->

3. Pasal 89

Pasal ini mengubah ketentuan Pasal 59, Pasal 88, Pasal 90, Pasal 93, dan Pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan dihapusnya Pasal 59 terkait pekerja kontrak untuk waktu tertentu (PKWT), artinya tidak ada batasan kapan kontrak akan selesai. Membuat pelaku usaha terus-terusan memakai pegawai kontrak. “Ada kaitan dengan job insecurity atau ketidakpastian kerja," seperti tertulis pada kajian itu.

Lalu perubahan pada Pasal 88, menurut kajian, telah menghilangkan peran serikat pekerja dalam penentuan upah. Misalnya, klausul pasal 88B mengatur pemberian upah kepada pekerja berdasarkan aturan waktu dan/atau satuan hasil. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pengusaha untuk memberikan upah yang minim dan berisiko menurunkan daya beli masyarakat.

Selanjutnya pada pasal 88D, penghitungan kenaikan upah minimum tidak lagi berlaku secara nasional, tapi menggunakan standar UMP dimana formula kenaikan ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi daerah. Apabila suatu daerah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, maka tahun berikutnya upah minimum bisa turun. “Sekali lagi berbahaya bagi daya beli masyarakat dan buruh pada umumnya," tulis kajian tersebut.

Pasal 90 UU Ketenagakerjaan dihapus pada RUU Cipta Kerja. Padahal klausul ini mencantumkan sanksi bagi para pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum.

Lalu perubahan pada Pasal 151 UU Ketenagakerjaan juga akan menghilangkan peran serikat buruh dalam melakukan negosiasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pihak perusahaan.

Perubahan pada Pasal 93 terkait ketentuan cuti khusus atau izin. Di antara perubahan itu adalah menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan. Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 93 huruf a.

RUU sapu jagat ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan/keguguran kandungan, hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).

4. Pasal 117

Pasal ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. Yaitu Pasal 47 dan 48 yang menghapus denda minimal praktik monopoli. Sehingga dinilai meringankan hukuman bagi pelaku usaha monopoli.

Berita terkait

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

1 hari lalu

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

Kelompok Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta menggelar aksi memperingati hari buruh atau May Day dengan menyampaikan 16 tuntutan

Baca Selengkapnya

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

1 hari lalu

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

Partai Buruh menanggapi ucapan Hari Buruh 2024 yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Rabu, 1 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bendera One Piece Berkibar di Tengah Aksi May Day

1 hari lalu

Bendera One Piece Berkibar di Tengah Aksi May Day

Bendera bajak laut topi jerami yang populer lewat serial 'One Piece' berkibar di tengah aksi memperingati Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

1 hari lalu

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan dua tuntutan para pekerja di Indonesia pada Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

2 hari lalu

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

Serikat buruh dan pekerja menyoroti soal UU Cipta Kerja, outsourcing, dan upah murah pada peringatan Hari Buruh Internasional 2024. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

2 hari lalu

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia kembali menuntut pencabutan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh.

Baca Selengkapnya

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

2 hari lalu

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

Sekitar 15 ribu buruh asal wilayah Bekasi akan melakukan aksi May Day atau peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2024 di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Ambil Cuti Menteri, AHY Bakal Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

9 hari lalu

Ambil Cuti Menteri, AHY Bakal Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, akan menghadiri KPU pada hari ini, Rabu, 24 April 2024. Dia mengaku telah mengambil cuti dari jabatannya sebagai Menteri ATR/BPN.

Baca Selengkapnya

Cuti Lebaran Disebut Melemahkan Nilai Rupiah, Apa Alasannya?

18 hari lalu

Cuti Lebaran Disebut Melemahkan Nilai Rupiah, Apa Alasannya?

Mengapa cuti Lebaran dianggap berpengaruh pada pelemahan nilai rupiah terhadap dolar?

Baca Selengkapnya

Upah dan THR Belum Dibayar, Pekerja Indofarma Desak Manajemen Lunasi Hari Ini

28 hari lalu

Upah dan THR Belum Dibayar, Pekerja Indofarma Desak Manajemen Lunasi Hari Ini

SP PT Indofarma meminta agar manajemen segera memberikan kepastian kapan hak upah dan THR.

Baca Selengkapnya