Soal RUU PKS, DPR Dinilai Tak Pandang Kebutuhan Rakyat

Reporter

Egi Adyatama

Editor

Amirullah

Kamis, 2 Juli 2020 15:30 WIB

Massa yang menuntut pengesahan RUU PKS bersebelahan dengan massa yang menolak RUU PKS saat menggelar aksi di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. Dalam aksi tersebut mereka menuntut Komisi 8 DPR RI untuk melanjutkan pembahasan dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis dari masyarakat sipil mengkritik keras langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menghapus Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Prolegnas 2020. Hal ini dinilai sebagai bentuk pengabaian DPR terhadap aspirasi masyarakat.

"Kalau bicara prioritas dan urgensi kasusnya, sudah jelas. Bahkan ketika pandemi, Komnas Perempuan mengatakan terjadi peningkatan 75 persen kasus kekerasan terjadi. Di mana negara? Di mana wakil rakyat?" kata Adinda Tenriangke Muchtar dari The Indonesian Institute, dalam diskusi Kamis, 2 Juli 2020.

Adinda mengatakan dari kajian The Indonesian Institute, meski membuat banyak inisiatif, DPR nampak tak dapat menentukan prioritas. Yang jadi pertanyaan, kata dia, adalah langkah DPR yang justru mengebut pembahasan sejumlah RUU yang justru kontroversial seperti RUU Pertambangan dan Minerba yang telah diundangkan, hingga RUU Haluan Ideologi Pancasila yang belakangan ditolak keras.

"Ini menunjukkan DPR gagal fokus, dan fungsi representasi yang seharusnya mereka jalankan gagal," kata Adinda.

Pendiri Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, juga menyesalkan penghapusan RUU ini dari Prolegnas 2020. Ia mengatakan RUU yang sudah muncul sejak periode DPR sebelumnya itu terlalu lama pembahasannya. Padahal suara masyarakat agar RUU ini segera diundangkan sudah sangat kuat.

Advertising
Advertising

Jeirry Sumampow dari TEPI Indonesia juga menegaskan hal yang sama. Kegagalan pembahasan RUU PKS selama dua periode ini ia sebut sebagai peristiwa demokrasi yang menyedihkan. Alasan DPR bahwa mereka tak sanggup membahas RUU ini, dinilai Jeirry sebagai sebuah alasan yang dibuat-buat.

"Banyak yang bisa dilibatkan untuk membantu DPR membuat RUU ini. Alasan ketidakmampuan ini alasan yang dibuat-buat. Ada alasan lain yang mereka tak ungkap," kata Jeirry.

Ia pun menyebut hal ini menunjukkan bahwa DPR memperlihatkan bahwa mereka tak punya kepekaan terhadap korban dan kepada masyarakat.

"Kami mohon DPR membangun kembali rasa empati mereka terhadap korban kekerasan seksual. Kami minta RUU PKS ini untuk segera dibahas kembali," kata Jeirry.

Berita terkait

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

8 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

6 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya