Revisi UU KPK Kelar, Begini Ngebutnya DPR dan Pemerintah
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Jobpie Sugiharto
Selasa, 17 September 2019 08:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah menyepakati revisi UU KPK (Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) tadi malam, Senin, 16 September 2019.
Hari ini, Selasa, 17 September 2019, perubahan kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut bakal disahkan dalam Rapat Paripurna DPR sekitar pukul 10.00 WIB.
"Besok akan dibawa ke Bamus dulu, baru disepakati di Paripurna," kata anggota Baleg DPR Masinton Pasaribu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin malam, 16 September 2019.
DPR dan pemerintah tak butuh waktu lama untuk menyepakati revisi UU KPK. Sejak diusulkan lagi pada 3 September 2019, pembahasan revisi UU ini berlangsung kilat.
Menurut catatan Tempo, cuma butuh dua kali rapat panitia kerja Baleg dengan Pemerintah untuk mencapai kata setuju sejumlah poin revisi.
Beberapa poin yang direvisi di antaranya kedudukan KPK sebagai lembaga eksekutif, dibentuknya Dewan Pengawas KPK, kewenangan menerbitkan SP3, status pegawai KPK, dan izin penyadapan.
Dua kali rapat panja itu pun digelar secara tertutup. Dilangsungkan pada Jumat, 13 September dan Senin, 16 September 2019, agenda rapat panja tak tertuang dalam agenda harian yang dirilis Sekretariat Jenderal DPR.
Di sisi lain kelompok masyarakat sipil dan akademisi mengkritik habis revisi UU KPK. Mereka melihat itu upaya pelemahan gerakan antikorupsi.
Terkesan diam-diam dan terburu-buru, DPR dianggap menyiapkan revisi UU KPK satu paket dengan pemilihan Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023. Proses pemilihan lima Pimpinan KPK periode 2019-2023 juga sarat kritik dan tanda tanya.
Masinton Pasaribu membantah revisi UU KPK dikerjakan dengan cepat dan terburu-buru. Dia mengatakan gagasan revisi sudah muncul pada 2016. Bahkan DPR dan pemerintah telah menyetujui empat poin perubahan.
"Namun pada saat itu (2016) Presiden menunda. Menunda, bukan membatalkan," ucap politikus PDIP itu.
Anggota Panja Baleg DPR Taufiqulhadi berpendapat bahwa DPR dan pemerintah hanya memanfaatkan waktu yang tersisa di periode 2014-2019 dengan sebaik-baiknya. Itu karena DPR memiliki pekerjaan rumah legislasi lainnya
Politikus NasDem tersebut mengklaim revisi UU KPK dalam kerangka penegakan HAM dan demokrasi. "Ada SP3, ada penyadapan, semua itu menjamin kepastian hukum dan penegakan HAM."
BUDIARTI UTAMI PUTRI